Selasa, 17 Maret 2009

Selasa, 17 Maret 2009 0

Senin, 16 Maret 2009

Bank Dunia Beri Utang Rp5,7 T, Dukung Pembiayaan BOS

Senin, 16 Maret 2009 1
Oleh wirnadianhar
Jumat, 10 Oktober 2008 05:35:58 Klik: 454 Cetak: 42 Kirim-kirim Print version download versi msword
Klik untuk melihat foto lainnya...

Dewan Direksi Eksekutif Bank Dunia menyetujui pinjaman USD 600 juta (sekitar Rp5,7 triliun) untuk mendukung dan meningkatkan program pendidikan di Indonesia melalui bantuan operasional sekolah (BOS). Diharapkan, dengan bantuan itu, akses pendidikan bisa dinikmati seluruh masyarakat Indonesia.

Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia Joachim von Amsberg menyatakan, BOS merupakan contoh sempurna pengeluaran negara untuk publik. Dia yakin BOS bisa mendorong perubahan kelembagaan di negara berpendapatan menengah yang dinamis seperti Indonesia. ”Saya yakin program BOS akan sukses di Indonesia,” tegasnya di Jakarta kemarin (9/10).

Program pinjaman untuk tahun anggaran 2008 bernama BOS-KITA (bantuan operasional sekolah-knowledge improvement for transparency and accountability) tersebut, kata dia, ditujukan untuk membantu membiayai kegiatan yang bisa meningkatkan kualitas pendidikan. Misalnya, pelatihan guru. Menurut dia, investasi itu mencerminkan pendekatan baru Bank Dunia, yaitu skema refinancing atau penggantian sebagian pembiayaan proyek lepas.

Dalam dua tahun mendatang, kata dia, BOS-KITA akan membiayai sampai USD 600 juta untuk program BOS di Indonesia dari total USD 2 miliar (sekitar Rp19 triliun). Program tersebut juga akan digunakan menyediakan sebagian hibah BOS kepada SD dan SMP swasta melalui Depdiknas. Dengan demikian, program itu akan semakin mendukung komitmen pemerintah atas pengelolaan keuangan berbasis sekolah dengan memperkuat komite sekolah, terutama dalam perencanaan serta pengawasan pengeluaran BOS.

Amsberg menjelaskan, elemen utama keberhasilan BOS-KITA adalah transparansi. Yakni, rencana tahunan penggunaan dana BOS dan laporan pengeluaran kuartal akan dipasang secara terbuka di papan pengumuman sekolah. ”Program ini mereplikasi salah satu pelajaran terpenting yang dipelajari dari mekanisme pengembangan masyarakat. Yaitu, tekanan sosial dari masyarakat setempat. Mereka yang memiliki informasi dapat menjadi pengaruh positif dalam mengurangi korupsi dan penyalahgunaan dana,” ungkapnya. (*)

Sumber : Padang Ekspres edisi Jumat / 10 Oktober 2008

Guru adalah seorang Enterpreneur ?

Ujung tombak dari pelaksana pendidikan adalah guru. Guru mempunyai multitugas dan multi kecakapan. Karena murid nanti akan jadi apa itu sebagian besar juga sangat dipengaruhi oleh kemampuan guru dalam memberikan ilmunya, mempengaruhi siswanya. Hal ini juga tidak terlepas dari pandangan dan harapan masyarakat terhadap guru : bahwa guru adalah orang yang serba bisa, walau pandangan itu sedikit ekstrim. Padahal guru juga adalah manusia biasa yang banyak kekurangannya.
Namun dengan munculnya kemajuan teknologi informasi dan comunikasi ( ICT ) serta tuntutan kurikulum baru ( KTSP ) guru rupanya tidak hanya dituntut untuk mentransfer ilmu pengetahuan yang sifatnya hanya kognitif, tetapi juga dituntut lebih dari itu. Memang berat kalau seorang guru tersebut hanya memandang bahwa menjadi guru sebatas karena butuh pekerjaan untuk mencukupi kebutuhan hidup.
Guru yang profesional adalah seorang yang mengganggap pekerjaan itu adalah sebagai hobbynya, sebagai sesuatu yang digemarinya, bukan hanya datang mengajar pulang tiap bulan gajian.

Berdasar KTSP ( kurikulum tingkat satuan pendidikan ) dan kemajuan informasi dan comunikasi ( ICT ) guru juga dituntut bukan hanya menjadi seorang guru yang nota bene mengajar didepan kelas, menyampaikan ilmu, ulangan, dll. Tetapi guru juga sebagai enterphreneur, yang artinya guru sebagai pengusaha yang mempunyai kreatifitas, inovatif dan manager.
Kreatif artinya guru tidak hanya terpaku pada materi yang tercantum dalam buku panduan, hanya mengikuti prosedur pengajaran yang ada, tetapi guru selalu tanggap akan kebutuhan siswanya. Yaitu dituntut selalu mencari cara yang tepat agar siswanya tidak bosan mengikuti pelajarannya. Cara ini biasanya berkaitan dengan metode penyampaian pembelajaran ( PAKEM )
Inovatif artinya guru tersebut harus selalu mempunyai sesuatu yang baru yang tidak seperti biasanya. Ini berkaitan dengan ide, gagasan yang dipunyai guru berkaitan dalam menjalankan hobbynya. sehingga siswa betah karena selalu terpancing untuk selalu penasaran, apa lagi ya yang akan disampaikan guru ?

Posted by isulis on Desember 11, 2007 at 2:03 a

10 Dosa Guru

gambar-artikelphp.jpg

10 dosa guru adalah kesalahan - kesalahan seorang guru dalam menjalankan tugasnya. Adapun kesalahan - kesalahan itu adalah :

1. Guru datang tanpa persiapan,
2. Prinsip Guru : Datang, mengajar, tiap bulan terima gaji. ( Guru pasif )
3. Siswa dianggap sebagai “Botol kosong yang perlu diisi” ( bodoh )
4. Jabatan guru untuk mencari kesejahteraan ekonomi ( Jadi guru karena tidak ada
kerjaan lain )
5. Guru memasang muka garang, yang sok tahu segalanya.
6. Jadi guru less memberi jawaban langsung ( membodohkan murid )
7. Guru berkata tidak sopan, tidak dapat ditiru dalam perbuatan.
8. Guru yang tidak mau maju, tidak terbuka menerima perkembangan
9. Guru tidak disiplin.
10. Guru memperlakukan siswanya tidak senonoh ( tidak tahu kode etik guru kali !)

Dana BOS Dapat Tambahan Dari Belanda

Oleh arif
Rabu, 17 Desember 2008 05:07:20 Klik: 336 Cetak: 34 Kirim-kirim Print version download versi msword
Klik untuk melihat foto lainnya...

Maksimalkan Program BOS, Belanda Beri Hibah Rp219 Miliar

Pemerintah Belanda menghibahkan dana USD 20 juta (sekitar Rp 219 miliar) untuk Bantuan Operasional Sekolah (BOS). Dana sebesar itu diberikan untuk memaksimalkan program dan menjamin dana BOS tepat sasaran.

’’Kami yakin dukungan ini menjadi nilai tambah untuk program BOS,’’ kata Wakil Duta Besar Kerajaan Belanda Ad Koekkoek saat berkunjung ke SDN 01 Kelurahan Gunung, Jakarta Selatan, kemarin (15/12).

Koekkoek mengatakan, pemerintah Belanda berharap dana tersebut digunakan untuk membentuk dan mengelola manajemen berbasis sekolah. Tujuannya, untuk memutus mata rantai birokrasi pendidikan sehingga kebijakan sekolah dapat diambil secara demokratis dan efisien.

Bantuan tambahan ini, akan menguntungkan program BOS karena tepat sasaran menjangkau keluarga yang lebih membutuhkan bantuan. Selain itu, sekaligus mendorong pengawasan aliran dana kepada orang tua murid dan masyarakat secara lebih aktif.

Koekkoek mengaku sempat mendapat laporan bahwa dana BOS dipakai untuk membayar guru tambahan pelajaran bahasa Inggris, komputer, dan musik. Di lain sekolah, digunakan untuk pembelian buku-buku pelajaran atau pemeliharaan gedung sekolah.

’’Yang penting, setiap sekolah dapat memutuskan sendiri penggunaan dana itu dengan benar dan tidak dimanipulasi,’’ terangnya. Pemerintah Belanda sendiri telah memberikan bantuan kepada sektor pendidikan di Indonesia tahun ini lebih dari USD 57 juta (sekitar Rp 624 miliar).

Sekretaris Direktorat Jenderal Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah (Sekditjen Mandikdasmen) Depdiknas Bambang Indrianto mengungkapkan, program BOS dipilih karena pelaksanaannya selama ini dianggap sukses. Sebab, mampu menjangkau banyak siswa, penyalurannya lancar, dan tingkat penyimpangannya rendah.

Bambang berharap ada komitmen dan dukungan dari pemda untuk menambah kekurangan dana BOS, sehingga pemerintah dapat merealisasikan pendidikan dasar gratis bagi seluruh masyarakat. “Peran semua pihak diperlukan agar impian pendidikan gratis tercapai,” tegas dia.

Managing Director Bank Dunia Juan Jose Daboub menilai pemerintah Indonesia sudah tepat menerapkan program BOS. Bank Dunia, kata dia, mendukung program BOS melalui program BOS KITA.

’’Program BOS KITA bertujuan mempermudah akses ke pendidikan bermutu untuk semua anak usia tujuh hingga lima belas tahun,’’ tuturnya.

Artikel Tentang Guru’ Kebiasaan Belajar Yang Baik

Desember 11, 2007 · & Komentar

gambar-artikelphp.jpg

ditulis oleh: Lianneke Gunawan dari berbagai sumber

Banyak guru pada umumnya memberi tip untuk murid bagaimana cara belajar yang baik. Namun untuk menanamkan dan mengembangkan belajar sebagai kebiasaan yang baik sangatlah sulit. Guru tidak bisa selalu memaksa murid untuk menjadikan belajar sebagai kebiasaan yang harus mereka lakukan sehari-hari. Apalagi bila murid sudah ada di rumah mereka. (lagi…)

Kategori: Artikel Tentang Guru
Istilah Guru
Desember 11, 2007 · & Komentar

gambar-artikelphp.gif

Guru (dari bahasa Sansekerta गुरू guru yang juga berarti guru, tetapi artinya harafiahnya adalah “berat”) adalah seorang pengajar suatu ilmu. Dalam bahasa Indonesia, guru umumnya merujuk pendidik profesional dengan tugas utama mendidik, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta didik. (lagi…)

Kategori: Artikel Tentang Guru
KEMAMPUAN MENGAJAR GURU:
Desember 11, 2007 · & Komentar

KEMAMPUAN MENGAJAR GURU:
Teori , Strategi dan Perkaedahan Dalam Pendidikan Komputer.

1.0 Pendahuluan
Teknologi maklumat telah mengubah cara manusia bekerja. Hjetland(1995) menyatakan bahawa “Technology can make our lives easier. Everyday tasks are simplified”. Beliau juga menyatakan bagaimana teknologi dapat mempermudahkan tugas serta meningkatkan prestasi guru seperti penggunaan teknologi untuk kerja-kerja pengurusan dan kerja-kerja pengajaran pembelajaran. K-Ekonomi merupakan isu utama yang disarankan oleh Perdana Menteri kita, maka seharusnya pengetahuan tentang teknologi maklumat adalah penting bagi guru-guru dalam membentuk generasi yang akan datang. Winston Churcil menyatakan ” empayar di masa depan ialah empayar pemikiran dan minda” Untuk mengembangkan pemikiran dan minda pelajar khususnya , pendekatan pengajaran dan pembelajaran teknologi maklumat di sekolah perlu digubah kepada pemikiran penyelidikan ,mengunpul maklumat , menganalisis data ke arah menggalakkan kreativiti dan motivasi pelajar. Pendekatan pengajaran secara tradisional secara sogokan nota-nota seharusnya di kikis dari pemikiran guru tetapi diubah dengan membekalkan pengetahuan dan kemahiran ke arah mendapatkan maklumat. (lagi…)

Kategori: Artikel Tentang Guru

Dana BOS Diimbau Untuk Pendidikan Gratis

Oleh wirnadianhar
Rabu, 21 Januari 2009 02:54:04 Klik: 400 Cetak: 27 Kirim-kirim Print version download versi msword
Klik untuk melihat foto lainnya...

Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo mengimbau pemerintah daerah untuk merealisasikan dana BOS yang diterima dari pemerintah pusat, dapat mewujudkan pendidikan dasar gratis 9 tahun.

Pasalnya dengan dana BOS yang ada, seyogyanya telah membantu pemerintah daerah, meringankan biaya operasional yang ditanggung sekolah. "Jika pemda mampu wujudkan hal itu, bukan tidak mungkin akan berdampak langsung pada pengaruh kinerja kepala daerahnya yang mampu menarik simpati dan dukungan dari masyarakat," ujar Mendiknas pada sosialisasi 'Kebijakan Pendidikan Gratis dalam rangka Wajib Belajar Pendidikan Dasar 9 Tahun yang Bermutu' di Gedung Depdiknas, Jakarta, Selasa (20/1).

Mengenai batasan gratis itu, kata Mendiknas, BOS yang dikucurkan pemerintah pusat dapat dimanfaatkan untuk menutupi biaya investasi (pengadaan sarana prasarana), dan biaya operasional sekolah. Sedangkan, untuk biaya personal (biaya yang ditanggung peserta didik) bisa menjadi inisiatif pemerintah daerah untuk merealisasikan pendidkan gratis bagi peserta didik.

"Artinya, ada ruang bagi pemerintah daerah untuk mewujudkan pendidikan gratis yang sebelumnya telah mendapat kucuran dana BOS. Ini bisa dilakukan dengan menerbitkan peraturan daerah, peraturan gubernur, atau peraturan bupati atau wali kota, sehingga wewenang ada pada daerah untuk merealisasikannya," kata Mendiknas.

Hal itu, ujar Mendiknas, telah dicontohkan Sulawesi Selatan, yang awalnya dimulai dengan 10 kabupaten/kota untuk mewujudkan pendidikan dasar gratis 9 tahun, kini telah diterapkan di semua kabupaten/kota di Sulsel. "Setidaknya, kini peserta didik di Sulsel sudah dibebaskan dari 14 jenis pungutan sekolah. Ini bisa diterapkan di daerah lain sesuai kemampuan daerah," kata Mendiknas.

Kendati demikian, tambahnya, kepala daerah juga harus berani bertindak tegas, ketika ada jajaran kepala sekolah yang melakukan penyimpangan dana BOS untuk mewujudkan pendidikan gratis 9 tahun. "Seperti yang terjadi di Sulsel sudah banyak kepala sekolah yang ditindak karena masih melakukan pungutan sekolah," kata Mendiknas.

Di sisi lain, Mendiknas juga meminta pengawas sekolah dan guru untuk mengawasi penggunaan dana BOS oleh kepala sekolah untuk menjamin transparansi dan akuntabilitas. "Pasalnya, BOS bisa menjadi sumber korupsi kepala sekolah. Karena itu, penting bagi kepala daerah untuk mensosialisasikan hal ini, hingga tingkat guru dan pengawas sekolah untuk mengawal dana BOS," kata Mendiknas. (Dik/OL-06)

9 Prinsip Pendidikan Orang Dewasa

Selasa, 10 Maret 2009 16:30:48 - oleh : multimedia


“Pendidikan” mempunyai banyak pengertian, tetapi secara umum diterima sebagai suatu perubahan perilaku. Tulisan dimaksudkan bukan untuk menganalisa teori yang ada dibalik Pendidikan Orang Dewasa, melainkan untuk memahami prinsip-prinsip Pendidikan Orang Dewasa (atau yang biasa disingkat POD) yang dapat diterima. Prinsip-prinsip yang disajikan di sini pada dasarnya sama dengan yang dikembangkan pada beberapa pelatihan yang menggunakan metode instruksional, tetapi satu hal yang membedakan adalah prinsip-prinsip POD lebih dikenal secara luas.
Prinsip-prinsip ini berkaitan dengan training (pelatihan) dan pendidikan, dan biasanya diterapkan pada situasi kelas formal atau untuk sistem on the job training (magang). Tiap bentuk pelatihan sebaiknya memuat sebanyak mungkin 9 prinsip yang tersebut di bawah ini. Supaya kita mudah mengingatnya (9 prinsip tersebut), maka biasanya digunakn sistem jembatan keledai atau istilah asingnya mnemonic, yaitu RAMP 2 FAME.

R = Recency
A = Appropriateness
M = Motivation
P = Primacy
2 = 2 - Way Communication
F = Feedback
A = Active Learning
M = Multi - Sense Learning
E = Excercise

Prinsip-prinsip ini dalam berbagai cara sangat penting, karena memungkinkan Anda (pelatih) untuk menyiapkan satu sessi secara tepat dan memadai, menyajikan sessi secara efektif dan efisien, juga memungkinkan anda melakukan evaluasi untuk sessi tersebut. Mari kita coba lihat ide-ide yang melatarbelakangi istilah RAMP 2 FAME. Penting untuk dicatat bahwa prinsip-prinsip ini tidak disajikan dalam satu urutan. Kedudukannya sama dalam satu kaitan antar hubungan.

R - RECENCY

Hukum dari Recency menunjukkan kepada kita bahwa sesuatu yang dipelajari atau diterima pada saat terakhir adalah yang paling diingat oleh peserta/ partisipan. Ini menunjukkan dua pengetian yang terpisah di dalam pendidikan. Pertama, berkaitan dengan isi (materi) pada akhir sessi dan kedua berkaitan dengan sesuatu yang “segar” dalam ingatan peserta. Pada aplikasi yang pertama, penting bagi pelatih untuk membuat ringkasan (summary) sesering mungkin dan yakin bahwa pesan-pesan kunci/inti selalu ditekankan lagi di akhir sessi. Pada aplikasi kedua, mengindikasikan kepada pelatih untuk membuat rencana kaji ulang (review) per bagian di setiap presentasinya.

Faktor-faktor untuk pertimbangan tentang recency

* Usahakan agar tiap sessi yang diberikan berjangka waktu yang relatif pendek, tidak lebih dari 20 menit (jika itu memungkinkan).
* Jika sessi lebih dari 20 menit, harus sering diringkas (direkap). Sessi yang lebih panjangsebaiknya dibagi-bagi ke dalam sessi-sessi yang lebih pendek dengan beberapa jeda sehingga anda dapat membuat ringkasan.
* Akhir dari tiap sessi merupakan suatu yang penting. Buatlah ringkasan/rekap dari keseluruhan sessi dan beri penekanan pada pesan-pesan atau poin-poin kunci.

Upayakan agar peserta/partisipan tetap “sadar” kemana arah dan perkembangan dari belajar mereka

A : APPROPRIATENES (Kesesuaian)

Hukum dari appropriatenes atau kesesuaian mengatakan kepada kita bahwa secara keseluruhan, baik itu pelatihan, informasi, alat-alat bantu yang dipakai, studi kasus -studi kasus, dan material-material lainnya harus disesuaikan dengan kebutuhan peserta/partisipan. Peserta akan mudah kehilangan motivasi jika pelatih gagal dalam mengupayakan agar materi relevan dengan kebutuhan mereka. Selain itu, pelatih harus secara terus menerus memberi kesempatan kepada peserta untuk mengetahui bagaimana keterkaitan antara informasi-informasi baru dengan pengetahuan sebelumnya yang sudah diperolah peserta, sehingga kita dapat menghilangkan kekhawatiran tentang sesuatu yang masih samar atau tidak diketahui.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai appropriatness :

* Pelatih harus secara jelas mengidentifikasi satu kebutuhan bagi peserta agar mengambil bagian dalam pelatihan. Dengan kebutuhan yang teridentifikasi, pelatih harus yakin bahwa sehala sesuatu yang berhubungan dengan sessi sesuai dengan kebutuhan tersebut.
* Gunakan deskripsi, contoh-contoh atau ilustrasi-ilustrasi yang akrab (familiar) dengan peserta.

M: MOTIVATION (motivasi)

Hukum dari motivasi mengatakan kepada kita bahwa pastisipan/peserta harus punya keinginan untuk belajar, dia harus siap untuk belajar, dan harus punya alasan untuk belajar. Pelatih menemukan bahwa jika peserta mempunyai motivasi yang kuat untuk belajar atau rasa keinginan untuk berhasil, dia akan lebih baik dibanding yang lainnya dalam belajar. Pertama-tama karena motivasi dapat menciptakan lingkungan (atmosphere) belajar menjadi menye-nangkan. Jika kita gagal menggunakan hukum kesesuaian (appropriateness) tersebut dan mengabaikan untuk membuat material relevan, kita akan secara pasti akan kehilangan motivasi peserta.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai motivasi:

* Material harus bermakna dan berharga bagi peserta, tidak hanya bagi pelatih
* Yang harus termotivasi bukan hanya peserta tetapi juga pelatih itu sendiri. Sebab jika pelatih tidak termotivasi, pelatihan mungkin akan tidak menarik dan bahkan tidak mencapai tujuan yang diinginkan.
* Seperti yang disebutkan dalam hukum kesesuaian (appropriateness), pelatih suatu ketika perlu mengidentifikasi satu kebutuhan kenapa peserta datang ke pelatihan. Pelatih biasanya dapat menciptakan motivasi dengan mengatakan bahwa sessi ini dapat memenuhi kebutuhan peserta.
* Bergeraklah dari sisi tahu ke tidak tahu. Awali sessi dengan hal-hal atau poin-poin yang sudah akrab atau familiar bagi peserta. Secara perlahan-lahan bangun dan hubungkan poin-poin bersama sehingga setiap tahu kemana arah mereka di dalam proses pelatihan.

P : PRIMACY (Menarik Perhatian di awal sessi)

Hukum dari primacy mengatakan kepada kita bahwa hal-hal yang pertama bagi peserta biasanya dipelajari dengan baik, demikian pula dengan kesan pertama atau serangkaian informasi yang diperoleh dari pelatih betul-betul sangat penting. Untuk alasan ini, ada praktek yang bagus yaitu dengan memasukkan seluruh poin-poin kunci pada permulaan sessi. Selama sessi berjalan, poin-poin kunci berkembang dan juga informasi-informasi lain yang berkaitan. Hal yang termasuk dalam hukum primacy adalah fakta bahwa pada saat peserta ditunjukkan bagaimana cara mengerjakan sesuatu, mereka harus ditunjukkan cara yang benar di awalnya. Alasan untuk ini adalah bahwa kadang-kadang sangat sulit untuk “tidak mengajari” peserta pada saat mereka membuat kesalahan di permulaan latihan.

Faktor-faktor yang perlu dipertimbangkan mengenai primacy:

* Sekali lagi, upayakan sessi-sessi diberikan dalam jangka waktu yang relatif singkat. Sebaiknya sekitar 20 menit seperti yang disarankan dalam hukum recency.
* Permulaan sessi anda akan sangat penting. Seperti yang anda ketahui bahwa sebagian banyak peserta akan mendengarkan, dan oleh karena itu buatlah semenarik mungkin dan beri muatan informasi-informasi penting ke dalamnya.
* Usahakan agar peserta selalu “sadar” arah dan perkembangan dari belajarnya.
* Yakinkan peserta akan memperoleh hal-hal yang tepat pada saat anda pertama kali meminta mereka melakukan sesuatu

2 : 2- WAY COMMUNICATION (Komunikasi 2 arah)

Hukum dari 2-way-communication atau komunikasi 2 arah secara jelas menekankan bahwa proses pelatihan meliputi komunikasi dengan peserta, bukan pada mereka. Berbagai bentuk penyajian sebaiknya menggunakan prinsip komunikasi 2 arah atau timbal balik. Ini tidak harus bermakna bahwa seluruh sessi harus berbentuk diskusi, tetapi yang memungkinkan terjadinya interaksi di antara pelatih/fasilitator dan peserta/partisipan.

Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai 2-way communication:

* Bahasa tubuh anda juga berkaitan dengan komunikasi 2 arah: anda harus merasa yakin bahwa itu tidak bertentangan dengan apa yang anda katakan.
* Rencana sessi anda sebaiknya memiliki interaksi dengan siapa itu dirancang, yaitu tak lain adalah peserta.

F: FEEDBACK (Umpan Balik)

Hukum dari feedback atau umpan balik menunjukkan kepada kita, baik fasilitator dan peserta membutuhkan informasi satu sama lain. Fasilitator perlu mengetahui bahwa peserta mengikuti dan tetap menaruh perhatian pada apa yang disampaikan, dan sebaliknya peserta juga membutuhkan umpan balik sesuai dengan penampilan/kinerja mereka.

Penguatan juga membutuhkan umpan balik. Jika kita menghargai peserta (penguatan yang positif) untuk melakukan hal-hal yang tepat, kita mempunyai kesempatan yang jauh lebih besar agar mereka mengubah perilakunya seperti yang kita kehendaki. Waspada juga bahwa terlalu banyak penguatan negatif mungkin akan menjauhkan kita memperoleh respon yang kita harapakan.

Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai feedback:

* Peserta harus diuji (dites) secara berkala untuk umpan balik bagi fasilitator
* Pada saat peserta dites, mereka harus memperoleh umpan balik tentang penampilan mereka sesegera mungkin.
* Tes bisa juga meliputi pertanyaan-pertanyaan yang diberikan fasilitator secara berkala mengenai kondisi kelompok
* Semua umpan balik tidak harus berupa yang positif, seperti yang dipercaya banyak orang. Umpan balik positif hanya setengah dari itu dan hampir tidak bermanfaat tanpa adanya umpan balik negatif
* Pada saat peserta berbuat atau berkata benar (misal menjawab pertanyaan), sebut atau umumkan itu (di hadapan kelompok/peserta lain jika itu mungkin).
* Persiapkan penyajian anda sehingga ada penguatan positif yang terbangun di awal sessi.
* Perhatikan betul-betul peserta yang memberi umpan balik positif (berbuat betul) sama halnya kepada mereka yang memberi umpan balik negatif (melakukan kesalahan).

A : ACTIVE LEARNING (Belajar Aktif)

Hukum dari active learning menunjukkan kepada kita bahwa peserta belajar lebih giat jika mereka secara aktif terlibat dalam proses pelatihan. Ingatkah satu peribahasa yang mengatakan “Belajar Sambil Bekerja” ? Ini penting dalam pelatihan orang dewasa. Jika anda ingin memerintahkan kepada peserta agar menulis laporan, jangan hanya memberitahu mereka bagaimana itu harus dibuat tetapi berikan kesempatan agar mereka melakukannya. Keuntungan lain dari ini adalah orang dewasa umumnya tidak terbiasa duduk seharian penuh di ruangan kelas, oleh karena itu prinsip belajar aktif ini akan membantu mereka supaya tidak jenuh.

Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai active learning:

* Gunakan latihan-latihan atau praktek selama memberikan instruksi
* Gunakan banyak pertanyaan selama memberikan instruksi
* Sebuah kuis cepat dapat digunakan supaya peserta tetap aktif
* Jika memungkinkan, biarkan peserta melakukan apa yang ada dalam instruksi

Jika peserta dibiarkan duduk dalam jangka waktu lama tanpa berpartisipasi atau diberi pertanyaan-pertanyaan, kemungkinan mereka akan mengantuk /kehilangan perhatian.

M : MULTIPLE -SENSE LEARNING

Hukum dari multi- sense learning mengatakan bahwa belajar akan jauh lebih efektif jika partisipan menggunakan lebih dari satu dari kelima inderanya. Jika anda memberitahu trainee mengenai satu tipe baru sandwich mereka mungkin akan mengingatnya. Jika anda membiarkan mereka menyentuh, mencium dan merasakannya dengan baik, tak ada jalan bagi mereka untuk melupakannya.
Faktor-faktor untuk pertimbangan mengenai multiple-sense learning:

* Jika anda memberitah/mengatakan sesuatu kepada peserta, cobalah untuk menunjukkannya dengan baik
* Gunakan sebanyak mungkin indera peserta jika itu perlu sebagai sarana belajar mereka, tetapi jangan sampai lupa sasaran yang ingin dicapai
* Ketika menggunakan multiple-sense learning, anda harus yakin bahwa tidak sulit bagi kelompok untuk mendengarnyaa, melihat dan menyentuh apapun yang anda inginkan.

Saya dengar dan saya lupa
Saya lihat dan saya ingat
Saya lakukan dan saya paham
(Confusius, 450 SM)

E. EXERCISE (Latihan)

Hukum dari latihan mengindikasikan bahwa sesuatu yang diulang-ulang adalah yang paling diingat. Dengan membuat peserta melakukan latihan atau mengulang informasi yang diberikan, kita dapat meningkatkan kemungkinan mereka semakin mampu mengingat informasi yang sudah diberikan. Yang terbaik adalah jika pelatih menambah latihan atau mengulangi pelajaran dengan mengulang informasi dalam berbagai cara yang berbeda. Mungkin pelatih dapat membicarakan mengenai suatu proses baru, lalu menunjukkan diagram/overhead, menunjukkan produk yang sudah jadi dan akhirnya minta kepada peserta untuk menyelesaikan tugas yang diberikan. Latihan juga menyangkut intensitas. Hukum dari latihan juga mengacu pada pengulangan yang berarti atau belajar ulang.

Faktor-faktor untuk pertimbangan dalam exercise:

* Semakin sering trainee mengulang sesuatu, semakin mereka mengingat informasi yang diberikan
* Dengan memberikan pertanyaan berulang-ulang kita meningkatkan latihan
* Peserta harus mengulang latihannya sendiri, tetapi mencatat tidak termasuk di dalamnya
* Ringkaslah sesering mungkin karena ini bentuk lain dari latihan. Buatlah selalu ringkasan saat menyimpulkan sessi
* Buat peserta selalu ingat secara berkala apa yang telah sidajikan sedemikian jauh dalam presentasi
* Sering disebutkan bahwa tanpa beberapa bentuk latihan, peserta akan melupakan 1/4 dari yang mereka pelajari dalam 6 jam, 1/3 dalam 24 jam, dan sekitar 9 % dalam 6 minggu.

Kesimpulan

Prinsip-prinsip dari belajar berkaitan kepada pelatihan dan pendidikan. Prinsip-prinsip tersebut digunakan di seluruh sektor/area, baik dalam ruang kelas atau sistem magang. Prinsip-prinsip ini dapat digunakan kepada anak-anak dan remaja sebaik kepada orang dewasa. Instruksi yang efektif harus menggunakan sebanyak mungkin prinsip-prinsip ini, jika tidak keseluruhan-nya. Pada saat anda merencanakan satu sessi, lihat keseluruhan draft untuk meyakinkan bahwa prinsip-prinsip telah digunakan dan jika tidak, mungkin perlu suatu revisi (perbaikan).

Membangun Motivasi Belajar Siswa

Selasa, 11 November 2008 08:34:31 - oleh : multimedia

Salah satu indikator keberhasilan pendidikan secara mikro di tataran pembelajaran level kelas adalah tatkala seorang guru mampu membangun motivasi belajar para siswanya. Jika siswa-siswa itu dapat ditumbuhkan motivasi belajarnya, maka sesulit apapun materi pelajaran atau proses pembelajaran yang diikutinya niscaya mereka akan menjalaninya dengan “enjoy” dan “pede”.

Tulisan ini mencoba mengangkat apa itu motivasi, belajar, dan pentingnya motivasi belajar siswa dalam proses pembelajaran.

A. Pengertian Motivasi

Banyak pakar yang merumuskan definisi ‘motivasi’ sesuai dengan kajian yang diperdalamnya. Rumusannya beraneka ragam, sesuai dengan sudut pandang dan kajian perspektif bidang telaahnya. Namun demikian, ragam definisi tersebut memiliki ciri dan kesamaan. Di bawah ini dideskripsikan beberapa kutipan pengertian ‘motivasi’.

Michel J. Jucius (Onong Uchjana Effendy, 1993: 69-70) menyebutkan ‘motivasi’ sebagai “kegiatan memberikan dorongan kepada seseorang atau diri sendiri untuk mengambil suatu tindakan yang dikehendaki”.

Menurut Dadi Permadi (2000: 72) ‘motivasi’ adalah “dorongan dari dalam untuk berbuat sesuatu, baik yang positif maupun yang negatif”.

Sedangkan menurut Ngalim Purwanto (2004: 64-65), apa saja yang diperbuat manusia, yang penting maupun kurang penting, yang berbahaya maupun yang tidak mengandung resiko, selalu ada motivasinya. Ini berarti, apa pun tindakan yang dilakukan seseorang selalu ada motif tertentu sebagai dorongan ia melakukan tindakannya itu. Jadi, setiap kegiatan yang dilakukan individu selalu ada motivasinya.

Lantas, Nasution (2002: 58), membedakan antara ‘motif’ dan ‘motivasi’. Motif adalah segala daya yang mendorong seseorang untuk melakukan sesuatu, sedangkan motivasi adalah usaha-usaha untuk menyediakan kondisi-kondisi, sehingga orang itu mau atau ingin melakukannya.

Berdasarkan deskripsi di atas, ‘motivasi’ dapat dirumuskan sebagai sesuatu kekuatan atau energi yang menggerakkan tingkah laku seseorang untuk beraktivitas.

Motivasi dapat diklasifikasikan menjadi dua: (1) motivasi intrinsik, yaitu motivasi internal yang timbul dari dalam diri pribadi seseorang itu sendiri, seperti sistem nilai yang dianut, harapan, minat, cita-cita, dan aspek lain yang secara internal melekat pada seseorang; dan (2) motivasi ekstrinsik, yaitu motivasi eksternal yang muncul dari luar diri pribadi seseorang, seperti kondisi lingkungan kelas-sekolah, adanya ganjaran berupa hadiah (reward) bahkan karena merasa takut oleh hukuman (punishment) merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi motivasi)

B. Pengertian Belajar

Banyak definisi yang diberikan tentang ‘belajar’. Misalnya Gage (1984), mengartikan ‘belajar’ sebagai suatu proses di mana organisma berubah perilakunya.

Cronbach mendefinisikan belajar: “learning is shown by a change in behavior as a result of experience” (belajar ditunjukkan oleh suatu perubahan dalam perilaku individu sebagai hasil pengalamannya). Harold Spears mengatakan bahwa: learning is to observe, to read, to imitate, to try something themselves, to listen, to follow direction” (belajar adalah untuk mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri sesuatu, mendengarkan, mengikuti arahan). Adapun Geoch, menegaskan bahwa: “learning is a change in performance as result of practice.” (belajar adalah suatu perubahan di dalam unjuk kerja sebagai hasil praktik).

Kemudian, menurut Ratna Willis Dahar (1988: 25-26), “belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang diakibatkan oleh pengalaman”. Paling sedikit ada lima macam perilaku perubahan pengalaman dan dianggap sebagai faktor-faktor penyebab dasar dalam belajar:

Pertama, pada tingkat emosional yang paling primitif, terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi. Sebagai suatu fungsi pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu waktu memeroleh kemampuan untuk mengeluarkan respons terkondisi. Bentuk semacam ini disebut responden, dan menolong kita untuk memahami bagaimana para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau bidang-bidang studi.

Kedua, belajar kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa dipasangkan satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini banyak kali kita alami. Kita melihat bagaimana asosiasi ini dapat menyebabkan belajar dari ‘drill’ dan belajar stereotipe-stereotipe.

Ketiga, kita belajar bahwa konsekuensi-konsekuensi perilaku memengaruhi apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar pengulangan itu. Belajar semacam ini disebut belajar operant.

Keempat, pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadian-kejadian. Kita belajar dari model-model dan masing-masing kita mungkin menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar observasional.

Kelima, belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dan dengan insight, belajar menyelami pengertian.

Akhirnya, Depdiknas (2003) mendefinisikan ‘belajar’ sebagai proses membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. Belajar bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda padahal mendapat pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan pada saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa, yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya.

Dengan kata lain, partisipasi guru harus selalu menempatkan pembangunan pemahaman itu adalah tanggung jawab siswa itu sendiri, bukan guru. Misal, bila siswa bertanya tentang sesuatu, maka pertanyaan itu harus selalu dikembalikan dulu kepada siswa itu atau siswa lain, sebelum guru memberikan bantuan untuk menjawabnya. Seorang siswa bertanya, “Pak/Bu, apakah tumbuhan punya perasaan?” Guru yang baik akan mengajukan balik pertanyaan itu kepada siswa lain sampai tidak ada seorang pun siswa dapat menjawabnya. Guru kemudian berkata, “Saya sendiri tidak tahu, tetapi bagaimana jika kita melakukan percobaan?”.

Jadi, berdasarkan deskripsi di atas, ‘belajar’ dapat dirumuskan sebagai proses siswa membangun gagasan/pemahaman sendiri untuk berbuat, berpikir, berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan guru; baik melalui pengalaman mental, pengalaman fisik, maupun pengalaman sosial.

C. Pentingnya Motivasi Belajar Siswa

Dalam kegiatan pembelajaran, ‘perhatian’ berperan amat penting sebagai langkah awal yang akan memacu aktivitas-aktivitas berikutnya. Dengan ‘perhatian’, seseorang berupaya memusatkan pikiran, perasaan emosional atau segi fisik dan unsur psikisnya kepada sesuatu yang menjadi tumpuan perhatiannya.

Gage dan Berliner (1984) mengungkapkan, tanpa adanya perhatian tidak mungkin terjadi belajar. Jadi, seseorang siswa yang menaruh minat terhadap materi pelajaran, biasanya perhatiannya akan lebih intensif dan kemudian timbul motivasi dalam dirinya untuk mempelajari materi pelajaran tersebut.

Di sini, motivasi belajar dapat didefinisikan sebagai usaha-usaha seseorang (siswa) untuk menyediakan segala daya (kondisi-kondisi) untuk belajar sehingga ia mau atau ingin melakukan proses pembelajaran.

Dengan demikian, motivasi belajar dapat berasal dari diri pribadi siswa itu sendiri (motivasi intrinsik/motivasi internal) dan/atau berasal dari luar diri pribadi siswa (motivasi ekstrinsik/motivasi eksternal). Kedua jenis motivasi ini jalin-menjalin atau kait mengait menjadi satu membentuk satu sistem motivasi yang menggerakkan siswa untuk belajar.

Jelaslah sudah pentingnya motivasi belajar bagi siswa. Ibarat seseorang menjalani hidup dan kehidupannya, tanpa dilandasi motivasi maka hanya kehampaanlah yang diterimanya dari hari ke hari. Tapi dengan adanya motivasi yang tumbuh kuat dalam diri seseorang maka hal itu akan merupakan modal penggerak utama dalam melakoni dunia ini hingga nyawa seseorang berhenti berdetak. Begitu pula dengan siswa, selama ia menjadi pembelajar selama itu pula membutuhkan motivasi belajar guna keberhasilan proses pembelajarannya.

Di Era Global, Sumber Belajar Yg Datangi Pendidik

Kamis, 21 Agustus 2008 14:01:10 - oleh : multimedia

Pada umumnya, apabila seseorang ingin mengetahui sesuatu, maka ia dapat saja pergi menemui seseorang yang dinilai mengetahui atau menguasai yang ingin diketahuinya. Atau, orang tersebut pergi ke toko buku atau perpustakaan untuk mencari buku yang dapat memberikan informasi tentang sesuatu yang ingin diketahuinya. Secara singkat dapat dikatakan bahwa oranglah yang harus aktif pergi mencari sumber berita atau sumber belajar di berbagai tempat. Masih beruntung apabila pada akhirnya dapat menemukan sumber berita atau sumber belajar.

Di lingkungan pendidikan, peserta didiklah yang harus aktif pergi ke sekolah agar dapat bertemu dengan sumber belajar yang berupa guru misalnya. Di sekolah juga, peserta didik dapat menemukan beberapa sumber belajar lainnya, seperti: peta, globe, buku, dan berbagai jenis media pembelajaran lainnya. Dalam kegiatan pembelajaran yang pada umumnya terjadi adalah bahwa peserta didik yang aktif mendatangi sumber belajar. Apakah mungkin terjadi yang sebaliknya, yaitu peserta didik yang didatangi oleh sumber belajar? Bagaimana mungkin dapat terjadi sumber belajar yang mendatangi peserta didik?

Di era global ini, siapapun dapat mengamati bahwa seorang anak yang ingin belajar di Sekolah Dasar (SD) misalnya, ia harus datang ke SD. Artinya, anak atau peserta didiklah yang mendatangi SD karena di SD tersedia berbagai sumber belajar, seperti guru, buku-buku, dan berbagai media pembelajaran lainnya. Hal yang sama juga terjadi bagi anak yang ingin belajar di SMP, SMA, dan SMK. Keadaan yang demikian ini yang lazim terjadi. Yang menjadi pertanyaan adalah “Apakah tidak memungkinkan di era global yang serba teknologis ini, seorang anak tidak perlu harus datang ke SD atau TK untuk belajar?”. “Apakah dimungkinkan bagi sang anak untuk tinggal di rumah tetapi berbagai sumber belajar datang menghampirinya sehingga di tetap dapat belajar?”.

Pengalaman negara Australia di bidang pendidikan dengan persebaran penduduk yang sangat berjauhan dan jarang dapat dijadikan sebagai contoh tentang potensi teknologi. sehingga tidak semua anak dapat datang dan belajar di Sekolah yang disediakan oleh Pemerintah atau institusi pendidikan lainnya. Anak-anak usia Taman kanak-Kanak terpaksa tidak dapat mengikuti kegiatan pembelajaran di Sekolah Taman Kanak-Kanak yang ada. Demikian juga halnya dengan anak-anak pada usia pendidikan yang lebih tinggi. Tidak semua mereka ini dapat datang dan belajar di sekolah setiap hari. Artinya, yang menjadi kendala adalah apabila anak harus mendatangi sumber belajar secara rutin setiap hari. Apa solusi yang dilakukan oleh pemerintah Australia?

Kemajuan teknologi telah mempengaruhi berbagai aspek kehidupan sehari-hari manusia. Kemajuan teknologi juga telah memberikan berbagai kemudahan dalam kehidupan sehari-hari manusia termasuk dalam kegiatan pembelajaran. Pemerintah Australia mengoptimalkan pemanfaatan kemajuan teknologi informasi dan komunikasi (TIK) untuk membelajarkan para warga negaranya yang karena kondisi geografis dan persebaran penduduk yang terpencar-pencar dan saling berjauhan. Dengan dukungan TIK, pemerintah Australia menghadirkan berbagai sumber belajar yang mendatangi peserta didik mulai dari TK. Bagaimana mungkin anak TK dapat belajar melalui pemanfaatan TIK?

Pemerintah Australia memberikan kredit kepada keluarga yang membutuhkan perangkat TIK untuk mendukung terlaksananya kegiatan pembelajaran. Pelatihan tentang cara-cara pemanfaatan perangkat TIK diberikan kepada anggota keluarga, baik orang tua maupun orang dewasa yang ada. Agar anak-anak usia TK dapat belajar sebagaimana layaknya teman-temannya di Sekolah Taman Kanak-Kanak, maka lembaga penyelenggara pendidikan TK memberikan layanan kegiatan belajar kepada anak-anak TK melalui orang dewasa yang ada atau tinggal serumah dengan menggunakan perangkat TIK.
Melalui perangkat TIK, orangtua anak dibimbing tentang berbagai hal yang harus dilakukan untuk membelajarkan anaknya yang berusia TK. Apabila ada masalah, orangtua juga dapat mendiskusikannya dengan pihak pengelola pendidikan TK secara jarak jauh melalui perangkat TIK yang telah ada. Pada dasarnya, orangtua atau orang dewasa yang dekat dengan sang anak yang berusia TK yang melakukan kegiatan pendidikan/pembelajaran. Sumber belajar yang datang menghampiri sang anak melalui orangtua atau orang dewasa yang dekat dengan sang anak melalui penggunaan perangkat TIK.

Pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi di mana anak telah mampu memanfaatkan sendiri perangkat TIK, maka anak dapat secara langsung berinteraksi dengan sumber belajar. Untuk belajar, anak tidak perlu meninggalkan tempat tinggalnya menuju sekolah yang ada, yang jarak tempuhnya cukup lama. Hanya saja, untuk pengembangan aspek sosial anak, maka lembaga pengelola pendidikan secara berkala (setiap akhir semester atau akhir tahun ajaran) mengundang semua peserta didik untuk berkumpul dan tinggal bersama serta belajar bersama.

Bagaimana keadaannya di Indonesia? Apakah contoh pengalaman pemerintah Australia memanfaatkan TIK di bidang pendidikan dapat diterapkan di Indonesia, khususnya bagi daerah-daerah yang penduduknya terpencar-pencar, jarang dan tinggal berjauhan? Model pendidikan dengan memanfaatkan TIK telah juga diterapkan di Indonesia tetapi implementasinya tidak sama dengan yang diterapkan di Australia. Esensinya adalah mendatangkan sumber belajar ke tempat peserta didik. Melalui dukungan kemajuan TIK telah memungkinkan Pusat Teknologi Informasi dan Komunikasi Pendidikan (Pustekkom)-Departemen Pendidikan Nasional menghadirkan berbagai sumber belajar ke tempat peserta didik berada. Hal ini berarti bahwa bukan lagi peserta didik yang mendatangi sumber belajar tetapi sumber belajarlah yang mendatangi peserta didik.

Salah satu tugas Pustekkom-Depdiknas adalah mengkaji, merancang, mengembangkan, dan mendiseminasikan berbagai sumber belajar yang dapat mendatangi peserta didik di mana pun mereka berada. Kemampuan Pustekkom-Depdiknas menghadirkan sumber belajar yang mendatangi peserta didik telah berlangsung lama, yaitu sejak dimulainya program siaran radio pendidikan dan siaran televisi untuk pembinaan watak.

Beberapa di antara jenis sumber belajar yang dihasilkan Pustekkom yang telah dirancang sedemikian rupa sehingga memungkinkan menghampiri peserta didik adalah program pembelajaran yang disajikan melalui siaran Televisi Edukasi (TVE), EdukasiNet, dan Siaran Radio Pendidikan (SRP). Menghadirkan sumber belajar mendatangi peserta didik memang membutuhkan ketersediaan fasilitas pemanfaatan di tempat peserta didik berada, seperti monitor TV, komputer dengan akses internet, dan pesawat radio.

Salah contoh dari produk Pustekkom-Depdiknas adalah film serial Aku Cinta Indonesia (ACI) Jilid II yang bertemakan pendidikan sejarah perjuangan bangsa (PSPB). Film serial ACI ini ditayangkan secara nasional setiap minggu oleh stasiun TVRI sehingga di mana pun peserta didik berada, sejauh mereka mempunyai pesawat televisi dapat menangkap siaran TVRI, maka ini berarti bahwa sumber belajar telah datang menghampiri peserta didik di tempatnya. Peserta didik tidak perlu bersusah payah pergi ke berbagai tempat untuk mendapatkan sumber belajar mengenai sejarah perjuangan bangsa.

Contoh lainnya lagi yang dilaksanakan Pustekkom-Depdiknas adalah materi pelajaran untuk penataran para guru-guru SD yang ditayangkan melalui siaran radio. Dengan menggunakan fasilitas radio transistor sederhana, para guru SD dapat berinteraksi dengan sumber belajar yang berupa siaran radio pendidikan. Artinya, sumber belajar yang mendatangi para guru di tempatnya.

Satu contoh lainnya lagi adalah pengembangan sumber belajar yang disajikan melalui media internet. Berbagai materi pelajaran atau pengetahuan populer yang dirancang dan dikemas ke dalam media internet dapat diakses, baik oleh peserta didik maupun masyarakat pada umumnya di mana pun mereka berada. Persyaratannya adalah ketersediaan fasilitas komputer yang terkoneksi dengan internet. Peserta didik yang mempunyai komputer terkoneksi dengan internet, maka mereka dapat belajar di rumah mereka masing-masing karena sumber belajar menghampiri atau telah hadir di lingkungan mereka.

Untuk mendapatkan informasi yang lebih lengkap tentang berbagai jenis sumber belajar yang dikembangkan oleh Pustekkom, website yang tepat untuk dikunjungi adalah: http://www.pustekkom.go.id atau http://www.depdiknas.go.id atau http://www.tvedukasi.or.id atau http://www.e-dukasi.net atau email ke: info@pustekkom.go.id

Departemen Pendidikan Nasional melalui Pustekkom telah melakukan berbagai upaya untuk dapat menghadirkan berbagai sumber belajar sehingga tersedia di lingkungan kehidupan sehari-hari peserta didik. Dalam kaitan ini, yang diperlukan adalah sosialisasi keberadaan berbagai sumber belajar tersebut sehingga dapat diketahui oleh peserta didik. Dengan tersebarluasnya informasi tentang sumber belajar yang tersedia yang dapat diakses di manapun peserta didik berada, maka diharapkan peserta didik akan dapat mengoptimalkan pemanfaatannya. Dalam kaitan ini, ada satu hal yang kemungkinan dapat menjadi tantangan yaitu bagaimana menyediakan fasilitas yang diperlukan peserta didik untuk dapat mengoptimalkan pemanfaatan sumber-sumber belajar yang telah ada di lingkungan mereka.

Gaya Belajar Anak

Selasa, 11 November 2008 08:30:04 - oleh : multimedia

“Orangtua dan guru harus kenal gaya belajar anak secara tepat agar anak tidak frustasi karena dinilai bodoh”
Simaklah paparan berikut ini. Tulisan Ozu rapih dan enak dibaca. Di dalam buku catatan sekolahnya banyak sekali simbol atau gambar daripada kata-kata. Kalau mencari buku bacaan, Ozu akan membolak-batik gambarnya atau penggambaran suasana cerita. Jika membaca atau mendengar kata bunga, dia mencatatnya dengan gambar bunga, atau kata “meningkat” akan ditulisnya berupa tanda panah ke atas. Di kelas dia lebih suka kalau guru menerangkan sesuatu dengan gambar. Bagi Ozu segala sesuatu yang ia dengar, harus ditulis kembali dalam satu daftar. Tak jarang dia membuat titian keledai dengan nama yang mudah diingat untuk mengingat pelajaran.
Sedangkan, buku tulis Gladys lebih banyak halaman kosong dan tulisannya tak cukup rapih. Gladys selalu bilang sudah memahami pelajaran dengan baik, jadi tidak perlu ada catatan. Di dalam kelas Gladys selalu aktif bertanya, ia juga dianggap cermat mendengarkan pelajaran. Di rumah Gladys lebih asyik bermain PS dan selalu membaca ulang komik-komik yang dibeli, sampai hafal dialognya la selalu ingat kata-kata yang didengar?nya. Jangan coba-coba berjanji dengan Gladys, pasti akan dikejarnya.
Lain lagi dengan Fani yang selalu mempraktikkan perkataan guru di kelas. Dia paling suka melakukan percobaan. Semua tugas praktik dalam buku pelajaran dengan antusias dikerjakannya sendiri. Fani semangat bertanya hal apa saja yang ingin diketahuinya untuk bisa dilakukan. Dia paling sering membantu bibi memasak. Ibunya mengaku jarang melihat Fani duduk membaca dan menu?lis terus menerus dengan tertib di dalam kamar.
Orangtua harus menyadari bahwa anak memiliki gaya belajar berbeda untuk mengembangkan potensinya. Mari kita bayangkan bahwa potensi anak berada di dalam satu kotak tertutup. Untuk membuka kotak tersebut, diperlukan kunci. Kunci yang dimaksud adalah bagaimana orangtua dapat memahami gaya belajar anak, sehingga tidak perlu merasa cemas kalau melihat anak tampak santai di rumah karena tidak belajar. Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Psikolog pendidikan menyakini bahwa setiap orang memiliki kekuatan belajar atau modalitas belajar. Semakin kita mengenal baik modalitas belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup. Tiap individu memiliki kekhasan sejak lahir dan diperkaya melalui pengalaman hidup. Yang pasti semua orang belajar melalui alat inderawi, baik penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Psikolog pendidikan menyakini bahwa setiap orang memiliki kekuatan belajar atau modalitas belajar. Semakin kita mengenal baik modalitas belajar kita maka akan semakin mudah dan lebih percaya diri di dalam menguasai suatu keterampilan dan konsep-konsep dalam hidup. Belajar berawal dari rumah! Anak belajar melalui apa yang ia lihat, dengar, dan sentuh. Satu dari tiga saluran inderawi -visual, auditori dan kinestetik- adalah salah satu cara untuk belajar dengan baik. Salah satu faktor yang mempengaruhi cara belajar anak adalah persepsi, yaitu bagaimana dia memperoleh makna dari lingkungan. Persepsi diawali lima indera: mendengar, melihat, mengecap, men?cium,dan merasa.Didunia pendidikan, istilah modalitas mengacu khusus untuk penglihatan, pendengaran, dan kinestetik. Modalitas visual menyangkut penglihatan dan bayangan mental. Modalitas pen?dengaran merujuk pada pendengaran dan pembicaraan. Modalitas kinestetik merujuk gerakan besar dan kecil. Salah satu tanda mengenali gaya bela?jar seseorang melalui kalimat yang ia gunakan. Tipe visual akan bicara misalnya, ” Mama, lihat muka Indri dong jika mau bicara sesuatu.” Bu Guru bisa melihat apa yang aku maksudkan barusan?” Sedang?kan, tipe auditori mengatakan, “Mama, dengerin, aku mau cerita:’Tipe kineste?tik cenderung berbicara sangat singkat, bahkan tanpa komentar apapun. Tanpa disadari gaya belajar mempenga?ruhi seseorang memilih tempat duduk. Tipe visual lebih memilih duduk di baris depan. Tipe auditori cenderung duduk di tengah-tengah. Tipe kinestetik, lebih memilih duduk di sebelah kanan, dekat pintu. Mereka akan segera melarikan diri jika merasa tidak perlu mendengarkan. Apa yang bisa dibantu orangtua? Dengan memahami gaya belajar anak berarti akan membuat anak lebih bahagia. Karena respons orangtua terhadap kebutuhan dirinya tepat. Bagi anak dengan gaya belajar kinestetik, maka orangtua atau guru diharap pula aktif bersikap fisik.Anak tak mau buang waktu untuk bicara dan cenderung langsung pada apa yang harus dikerjakan. Anak sangat energik dan selalu nomor satu berdiri di depan barisan. Jika mendengarkan musik, dia bergoyang sesuai irama. Jika diajak jalan-jalan, tangannya mencoba menyen?tuh apa saja. Pilih mainan roda dua, tali lompat, bola, cat air, clan dough. Anak juga suka main drama. Penegakkan disiplin tak cukup hanya verbal, karena tak berpengaruh. Perlu digunakan cara time out. Anak tipe auditori terlihat gemar bicara. Di kelas sering mengganggu anak lain dengan teriakan dan cerita-ceritanya. Anak ini pencinta musik apa saja. Pilih berbagai macam CD dan alat musik main?an. Beri kesempatan sebanyak mungkin untuk bicara, menyanyi, mendengarkan, dan berteriak. Penegakan disiplin cukup dengan kata-kata. Gunakan dialog dan tatap muka untuk menjelaskan masalah yang perlu menjadi perhatiannya.
Anak tipe visual tampak terpaku dalam mengamati sesuatu. Dia penuh rasa ingin tahu terhadap hal baru. Orangtua dapat memberikan kesempatan melalui gambar-gambar. Berbagai perlengkapan seperti papan tulis, krayon, cat air, spidol, gunting clan lem bisa disiapkan untuknyz Termasuk main-an boneka-boneka yang dapat diganti pakaiannya. Disiplin ditegakkan dengan mengacu pada orangtua. Mereka tidak membutuhkan
perkataan panjang lebar, tetapi cukup mencontoh perbuatan orangtua. Hadiah cukup dengan senyum lebar, dan ekspresi orangtua terhadap kegiatan mereka.
Peraturan bagi orang tua :
1. Sadari tipe gaya belajar anak. Tipe kinestetik, visual, auditori atau kombinasi.
2. Sadari tipe gaya belajar diri. Orangtua bisa saja memiliki gaya belajar berbeda dengan anaknya.
3. Penuhi anak dengan kesempatan agar dia berhasil dalam modalitas yang dimilikinya.
4. Disiplin dan beri hadiah sesuai dengan gaya belajarnya.
5. Selalu melihat posisi terbaik yang dimiliki anak untuk dikembangkan.
6. Bantulah anak menggunakan strategi modalitas untuk menguasai berbagai keterampilan clan konsep lainnya.–*


Karakteristik Gaya Belajar Visual
Gaya, Belajar melalui pengamatan: mengamati peragaan
Membaca, Menyukai deskripsi, sehingga seringkali ditengah-tengah membaca berhenti untuk membayangkan apa yang dibacanya.
Mengeja, Mengenali huruf melalui rangkaian kata yang tertulis
Menulis, Hasil tulisan cenderung baik, terbaca jekas dan rapi.
Ingatan, Ingat muka lupa nama, selalu menulis apa saja.
Imajinasi, Memiliki imajinasi kuat dengan melihat detil dari gambar yang ada.
Distraktibilitas, Lebih mudah terpecah perhatiannya jika ada gambar.
Pemecahan, Menulis semua hal yang dipikirkan dalam suatu daftar.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Jalan-jalan melihat sesuatu yang dapat dilihat.
Respon untuk situasi baru, Melihat sekeliling dengan mengamati struktur.
Emosi, Mudah menangis dan marah, tampil ekspresif
Komunikasi, Tenang tak banyak bicara panjang, tak sabaran mendengar, lebih banyak mengamati.
Penampilan, Rapi, paduan warna senada, dan suka urutan.
Respon terhadap seni, Apresiasi terhadap seni apa saja yang dilihatnya secara mendalam dengan detil dan komponen, daripada karya secara keseluruhan.

Auditori
Gaya, belajar melalui instruksi dari orang lain
Membaca, Menikmati percakapan dan tidak memperdulikan ilustrasi yang ada
Mengeja, Menggunakan pendekatan melalui bunyi kata
Menulis, Hasil tulisan cenderung tipis, seadanya
Ingatan, ingat nama lupa muka,ingatan melaui pengulangan.
Imajinasi, Tak mengutamakan detil, lebih berpikir mengandalkan pendengaran.
Distraktibilitas, Mudah terpecah perhatiannya dengan suara.
Pemecahan, Pemecahan masalah melalui lisan.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Ngobrol atau bicara sendiri.
Respon untuk situasi baru, Bicara tentang pro dan kontra.
Emosi, Berteriak kalau bahagia, mudah meledak tapi cepat reda, emosi tergambar jelas melalui perubahan besarnya nada suara, dan tinggi rendahnya nada.
Komunikasi, Senang mendengar dan cenderung repetitif dalam menjelaskan.
Penampilan, Tak memperhatikan harmonisasi paduan warna dalam penampilan.
Respon terhadap seni, Lebih memilih musik. Kurang tertarik seni visual, namun siap berdiskusi sebagai karya secara keseluruhan,tidak berbicara secara detil dan komponen yang dilihatnya.

Kinestetik
Gaya, Belajar melalui melakukan sesuatu secara langsung
Membaca, Lebih memiliki bacaan yang sejak awal sudah menunjukkan adanya aksi.
Mengeja, Sulit mengeja sehingga cenderung menulis kata untuk memastikannya
Menulis, Hasil tulisan “nembus” dan ada tekanan kuat pada alat tulis sehingga menjadi sangat jelas terbaca.
Ingatan, Lebih ingat apa yang sudah dilakukan, daripada apa yang baru saja dilihat atau dikatakan.
Imajinasi, Imajinasi tak terlalu penting, lebih mengutamakan tindakan/kegiatan.
Distraktibilitas, Perhatian terpecah melalui pendengaran
Pemecahan, Pemecahan masalah melalui kegiatan fisik dan aktivitas.
Respons terhadap periode kosong aktivitas, Mencari kegiatan fisik bergerak.
Respon untuk situasi baru, Mencoba segala sesuatu dengan meraba, merasakan dan memanipulasi.
Emosi, Melompat-lompat kalau gembira, memeluk, menepuk, dan gerakan tubuh keseluruhan sebagai luapan emosi.
Komunikasi, Menggunakan gerakan kalau bicara, kurang mampu mendengar dengan baik.
Penampilan, Rapi, namun cepat berantakan karena aktivitas yang dilakukan
Respon terhadap seni, Respons terhadap musik melalui gerakan. Lebih memiliki patung, melukis yang melibatkan aktivitas gerakan.

Pengembangan Lab Bahasa Digital

Judul: Pengembangan Lab Bahasa Digital
Bahan ini cocok untuk Sekolah Menengah bagian PENDIDIKAN / EDUCATION.
Nama & E-mail (Penulis): Kurniawan Basuki, S.Pd.,MT.
Saya Guru di SMK N1 Magelang
Topik: Pengembangan Lab Bahasa Digital
Tanggal: 14 April 2008

Desain Pengembangan Lab Bahasa Digital

PENDAHULUAN

Pengantar

Suatu babak baru dalam zaman modern ini telah datang, dimana kita sangat bergantung pada informasi. Negara-negara maju secara ekonomi, menempatkan informasi dan teknologinya sebagai salah satu point terpenting didalam mempercepat proses transformasi dibidang perekonomian dan kehidupandinegaranya. Dengan penguasaan teknologi informasi yang baik, mereka mampu mensinergikan teknologi informasi tersebut dengan sektor atau bidang lainnya seperti pertanian, kelautan, kesehatan, pemerintahan, perekonomian, pendidikan, dan lain-lain, guna memberikan nilai tambah atau meningkatkan kesejahteraan penduduk di negaranya. Bagaimana dengan negara kita?

Saat ini penggunaan teknologi informasi mulai marak dinegara kita, terutama disektor industri. Namun, dari segi pemanfaatannya, masih belum maksimal. Tidak maksimalnya pemanfaatan teknologi informasi ini, salah satunya disebabkan karena kurang siapnya sumber daya manusia dalam menggunakan, memanfaatkan dan mengantisipasi perkembangan teknologi informasi tersebut. Selain itu, perkembangan teknologi informasi yang pesat serta sifatnya yang global, akan semakin sulit dipelajari bila tidak didukung oleh kemampuan penguasaan bahasa asing. Bahasa sebagai salah satu bentuk alat penyampaian informasi merupakan elemen kunci bagi penguasaan teknologi informasi.

Peran serta sektor pendidikan dalam peningkatan kompetensi sumber daya manusia dibidang teknologi informasi dan bahasa dapat menjadi solusi bagi hal tersebut diatas. Oleh karena itu diperlukan suatu tindakan pengenalan dan pembelajaran sejak dini terhadap teknologi informasi dan bahasa asing disekolah-sekolah. Guna tercapai tujuan diatas, banyak sekali hal yang perlu disiapkan diantaranya, sarana prasarana dan juga metoda pengajaran. Seperti, penyediaan laboratorium komputer dan laboratorium bahasa disekolah-sekolah. Besarnya biaya yang diperlukan untuk menyiapkan sarana prasarana seperti, ruang, peralatan lab, dan materi pengajaran menimbulkan ketimpangan atau tidak semua sekolah mampu menyediakan fasilitas tersebut diatas. Masalah yang muncul tersebut tentunya bukan lantas menyurutkan langkah kita untuk turut serta meningkatkan kualitas sistem pendidikan dinegara kita, melainkan menjadi salah satu pemacu agar kita dapat mencari solusi dari masalah tersebut, karena peningkatan kualitas pendidikan merupakan tanggung jawab kita bersama.

Selama kurang lebih dua tahun kami sebagai pengembang perangkat lunak (software developer) telah bekerja keras guna mencari pemecahan masalah tersebut, dan kami berhasil mengembangkan suatu sistem beserta perangkat lunaknya (software) sebagai suatu solusi efektif bagi masalah diatas. Yaitu dengan memanfaatkan Computerized Laboratories System yang telah dilengkapi oleh perangkat lunak De'Lab Language Laboratory Application Ver 1.6. De'Lab Language Laboratory Application Ver 1.6 adalah software yang dibuat untuk mengoptimalkan kemampuan laboratorium komputer agar dapat pula berfungsi sebagai laboratorium bahasa. Tujuan dari dikembangkannya aplikasi ini adalah untuk menghemat biaya pembuatan laboratorium komputer dan laboratorium bahasa. Dengan adanya aplikasi ini suatu sekolah, perguruan tinggi, lembaga pendidikan tidak perlu lagi untuk membangun sebuah laboratorium komputer dan sebuah laboratorium bahasa. Cukup dengan membangun laboratorium komputer (computerized laboratories system) yang telah dilengkapi oleh software De'Lab Language Laboratory Application Ver 1.6, maka sekolah, perguruan tinggi atau lembaga pendidikan telah memiliki laboratorium komputer sekaligus juga laboratorium bahasa.

Tujuan

Implementasi lab bahasa digital dilakukan dengan sejumlah tujuan sebagai berikut :

1. Mempersenjatai setiap siswa untuk keberhasilan, yaitu dengan cara membuat siswa menjadi akrab dengan komputer dan perkembangan teknologinya (pengenalan sejak dini terhadap teknologi informasi).

2. Proses pembelajaran berbagai bahasa asing dengan lebih baik. Yaitu dengan memanfaatkan kemampuan komputer dalam mengolah gambar dan suara.

3. Efisiensi dalam penyediaan peralatan laboratorium komputer dan laboratorium bahasa.

4. Optimalisasi pemanfaatan teknologi informasi sebagai salah satu alat untuk menyempurnakan model/metode pengajaran dan pembelajaran.

5. Diharapkan dengan desain pengembangan ini akan meningkatkan kualitas pembelajaran.

Ruang Lingkup Pekerjaan

Pada pengerjaan Implementasi Lab Bahasa Digital ini ini terdapat beberapa bagian pekerjaan, yaitu :

. Instalasi aplikasi De'Lab Language Laboratory Application Ver 1.6

. Pelatihan Pengguna

. Pemasangan jaringan komputer.

GAMBARAN SISTEM

Deskripsi Produk yang Dipakai

De'Lab Ver 1.6 adalah software yang berfungsi untuk mengoptimalkan kemampuan laboratorium komputer agar dapat pula berfungsi sebagai laboratorium bahasa. Tujuan dari dikembangkannya aplikasi ini yaitu untuk menghemat biaya pembangunan laboratorium komputer dan laboratorium bahasa. Dengan adanya aplikasi ini sekolah, perguruan tinggi dan lembaga pendidikan dapat memiliki laboratorium komputer sekaligus juga laboratorium bahasa. Fitur-fitur yang terdapat pada software De'Lab Ver 1.6 ini sesuai dengan fitur-fitur peralatan lab bahasa pada umumnya, bahkan ada beberapa fitur yang tidak terdapat pada peralatan lab bahasa standar. Fitur-fitur yang terdapat pada aplikasi ini diantaranya:

1. Materi pengajaran dapat berbentuk digital baik audio dan video (lab bahasa konvensional materi berbentuk audio analog/kaset, untuk video diperlukan peralatan tambahan). Pada lab bahasa konvensional sering terjadi gangguan mekanik pada pemutar kaset materi. Hal ini menyebabkan biaya kepemilikkan dari materi pengajaran menjadi besar. Pemakaian yang berulang-ulang dapat mengakibatkan sering terjadinya kerusakan pada pita kaset. Dalam format digital hal ini tidak akan terjadi.

2. Terdapat fungsi untuk Manajemen atau pengaturan materi pengajaran, guru tidak perlu bingung memilih kaset materi saat proses belajar mengajar sedang berlangsung.

3. Terdapat fitur komunikasi langsung antara pengajar dengan seorang siswa atau seluruh siswa.

4. Kemudahan dalam updating materi pengajaran dan dalam pembuatan materi pengajaran sendiri.

5. Terdapat fitur dimana siswa dapat memilih sendiri materi yang akan dipelajari.

6. Penggunaan software yang mudah, diharapkan akan membantu meningkatkan proses belajar dan mengajar yang efektif.

7. Terdapat database siswa dan pengajar, yang nantinya dapat dikembangkan menjadi system informasi akademik untuk setiap siswa.

8. Terdapat modul examination/test dalam bentuk multiple choice atau benar salah, dimana hal tersebut tidak terdapat dalam lab bahasa konvensional.

9. Terdapat record nilai ujian siswa, sehingga guru dapat memantau perkembangan kemampuan siswa.

10. Serta masih banyak lagi fitur-fitur lainnya.

Skema Jaringan

Skema peralatan dan jaringan yang diperlukan untuk mengoperasikan De'Lab Ver 1.6 yaitu menggunakan topologi jaringan berbentuk star yang saat ini sangat umum digunakan. Perangkat Keras

Perangkat lunak De'Lab Ver 1.6 berjalan dalam sebuah jaringan komputer dengan spesifikasi perangkat keras sebagai berikut :

1. SERVER/komputer pengajar (1 unit), minimum spek :
- Processor Pentium III 800 Mhz
- RAM 128 MB
- 40 GB HDD
- Full duplex sound card
- Ethernet Card 10/100 Mbps
- Headset
- Perangkat lunak pendukung MS SQLServer 2000

2. Workstation/komputer siswa (maksimum 34 unit), minimum spek:
- Processor Pentium II 500 Mhz
- RAM 64 MB
- 40 GB HDD
- Full duplex sound card
- Ethernet Card 10/100 Mbps
- Headset

3. Peralatan Jaringan
- Switch 10/100 Mbps ( 24 port dan 16 port)
- Rj 45 konektor (1 dus)
- UTP cable (1 roll)
- Ethernet Adapter (sesuai jumlah PC, max 35)

4. Luas area masing-masing anak : 3,5 m2

5. Instalasi listrik

Tampilan Sistem

Sistem terdiri dari modul Server (diinstal di server) dan modul klien (diinstal di workstation). Tampilan sistem baik di server (guru) maupun di workstation (siswa) sebagai berikut :

Setting dan Layout Lab

Proses set up agar komputer pengajar dapat berinteraksi dengan komputer siswa, dengan mudah dilakukan dikomputer pengajar yaitu hanya dengan memasukkan alamat/protokol komputer siswa (IP Address). Selain itu setting penomoran komputer siswa dapat disesuaikan dengan layout penempatan komputer pada kondisi sebenarnya misalkan: memanjang, berbentuk setengah lingkaran, dan lain-lain seperti gambar dibawah ini. Kemampuan aplikasi ini dapat berkomunikasi sampai dengan komputer siswa.

Tampilan layout komputer siswa dikomputer pengajar dan layout komputer siswa dilaboratorium bahasa.

Manajemen Materi Belajar

Pengaturan materi pengajaran sangat mudah dilakukan dan sangat fleksibel. Materi dapat disusun berdasarkan jenis bahasa, kelompok pengguna, berdasarkan jenis materi tersebut (audio atau video), atau membuat kategori pengelompokkan sendiri.

Consol materi berbentuk trees ini akan mempermudahpengelompokkan materi

Display Materi

Pengajar dapat mengetahui materi (audio dan video) yang sedang aktif dikomputer siswa, karena pada aplikasi yang ada dipengajar telah dilengkapi dengan media player.

Panel Kendali

Pada Kontrol panel ini terdapat tombol-tombol (button) yang berfungsi untuk mengatur sesi materi. Control mode: yaitu sesi khusus yang artinya seluruh siswa dilaboratorium menjalankan materi yang sama dan telah ditentukan oleh pengajar, Free mode: yaitu sesi bebas yang artinya siswa dapat memilih sendiri materi yang akan diaktifkan. Selain itu terdapat juga tombol untuk menyampaikan informasi atau komunikasi satu arah dengan seluruh siswa (Broadcast button).

Komunikasi

Software ini telah dilengkapi dengan mekanisme interaksi antara guru dengan siswa. Guru dapat berbicara dengan seluruh siswa atau hanya dengan seorang siswa. Begitu juga sebaliknya, siswa dapat bertanya/berkomunikasi dengan guru.

Modul Ujian

Salah satu keistimewaan dari aplikasi ini yaitu telah adanya modul untuk ujian dalam bentuk multiple choice dan truefalse yang terhubung pada database guru dan siswa serta telah dilengkapi pula dengan system scoring dan pengaturan waktu ujian.

WAKTU DAN BIAYA

Waktu Implementasi

Implementasi lab bahasa digital ini akan memakan waktu tertentu sesuai dengan tahapan pengerjaannya. Di bawah ini diberikan tabel rencana kerja dalam satuan hari.

Total waktu implementasi 4 hari. Selanjutnya dapat mulai digunakan sesuai dengan kebutuhan dan materi ajar bahasa yang ada (audio atau video).

Biaya Implementasi

Biaya implementasi berikut pengadaan perangkat sistemnya diberikan di bawah ini.
Biaya di atas tidak termasuk :
- Biaya pengadaan perangkat lunak di luar De'Lab 1.6 seperti sistem operasi MS Windows, Database MS SQLServer atau aplikasi lainnya (pengolah audio/video).
- Biaya instalasi jaringan dan pengadaan perangkat keras yang diperlukan.
- Biaya transport dan akomodasi untuk implementasi di luar Jawa.
- PPN 10%.

KESIMPULAN

Pemanfaatan ICT untuk membantu meningkatkan kualitas proses belajar mengajar sudah seharusnya dilakukan di sekolah. Melalui pemanfaatan Teknologi Informasi tersebut, proses belajar mengajar dapat menjadi lebih menarik bagi siswa sehingga menumbuhkan minat belajar yang pada akhirnya meningkatkan kualitas belajar siswa. Mudah-mudahan desain pengembangan lab bahasa ini dapat memenuhi sebagian kebutuhan, keinginan dan harapan dalam implementasi sistem lab bahasa digital. Dengan demikian harapan akan adanya peningkatan kualitas pendidikan melalui penggunaan ICT akan dapat terwujud.

Beberapa kelebihan yang ditawarkan dengan pengembangan lab bahasa digital ini adalah :

1. Sistim managemen penilaian akan langsung tersimpan dalam server, sehingga pengajar tidak perlu melakukan pencatatan manual.

2. Baik materi ajar maupun bank soal dapat dikembangkan dengan mdah sesuai dengan perkembangan kurikulum, tanpa melakukan perubahan sistem jaringan.

3. Lab bahasa jenis ini dapat dipakai tidak hanya untuk keperluan mata pelajaran Bahasa Inggris saja, namun dapat digunakan sebagai lab Komputer mata pelajaran KKPI, lab Fisika dan bahkan mata pelajaran Normatif sekalipun.

4. Jika diaplikasikan untuk keperluan lab lain kita tinggal memasukkan materi ajar dan bank soal untuk keperluan tes On-Line.

5. Dengan menggunakan sistim ini maka efisiensi akan jauh lebih baik dibandingkan dengan menggunakan lab bahasa konvensional.

6. Dengan tes On-Line waktu persiapan, pelaksanaan, koreksi hasil dan sebagainya akan lebih cepat, bahkan paper less.

PAKEM sebagai Pembelajaran Konvensional Memantapkan Identitas Guru

Nama & E-mail (Penulis): Muh. Syukur Salman
Saya Guru di Parepare
Topik: PAKEM
Tanggal: 30 Desember 2008

Seiring dengan perkembangan zaman serta Ilmu Pengetahuan dan Teknologi, maka tak bisa ditawar keharusan untuk terus mengadakan pembaharuan disegala lini kehidupan. Terutama sekali yang bersentuhan langsung dengan kemajuan Iptek itu sendiri, yakni Pendidikan. Sistem yang ada di dalam pendidikan harus terus mengadakan "mutasi" kearah yang positif demi mendukung sinergitas dengan kemajuan tadi. Pembelajaran di dalam kelas sebagai suatu sub system yang sangat penting dalam pendidikan tak ayal harus berbenah juga.

Berbagai teknik pembelajaran, baik itu metode, pendekatan, maupun tata cara atau aturan dalam pembelajaran gencar ditelorkan demi menghasilkan transfer pengetahuan dari guru ke siswa yang lebih optimal. Salah satu yang sangat gencar diperkenalkan dan dilatihkan adalah Pembelajaran Aktif Kreatif Efektif dan Menyenangkan (Pakem). Hakikat Pakem sebenarnya adalah memberi rasa nyaman dan betah siswa (anak didik) dalam menerima pelajaran. Oleh karena itu Pakem sangat memperhatikan keinginan atau kegemaran anak, yakni bermain. Pembelajaran diolah sedemikian rupa sehingga terdapat unsur permainan di dalamnya. Mulai pembelajaran dalam bentuk lomba, kerjasama atau diskusi, sampai pembelajaran yang dilakukan di luar kelas.

Kemunculan Pakem sebenarnya disebabkan adanya indikasi bahwa siswa jenuh terhadap pembelajaran yang selama ini diterapkan. Pembelajaran yang monoton (tidak kreatif), hanya mendengarkan guru berceramah (pasif, tidak aktif), kurangnya transfer ilmu yang dapat bertahan lama pada siswa (tidak efektif), dan terakhir tentu saja sangat membosankan (tidak menyenangkan). Demikianlah nuansa pembelajaran yang kebanyakan dilakukan oleh guru selama ini. Pembelajaran yang demikian itu, yang selama ini banyak dilakukan, disebutlah sebagai pembelajaran konvensional.

Jika kita berbicara tentang pembelajaran yang konvensional, maka akan terasimilasi pada pembelajaran yang negatif, dalam arti sebaiknya tidak dilakukan lagi. Jika kita bertanya kepada seorang guru atas pilihannya antara Pakem dan pembelajaran yang konvensional tadi, maka dapat dipastikan jawabannya akan memilih Pakem, meskipun nyata-nyata dalam keseharian di sekolah, guru tersebut mempraktekkan pembelajaran yang konvensional tadi. Jika kita kembali menanyakan tentang "keengganannya" mengaplikasikan Pakem, maka dapat saja dia mengatakan bahwa tanpa Pakem pun pembelajaran dapat terlaksana dan lebih mudah pelaksanaannya.

Bukan karena ketidaktahuan mereka terhadap aplikasi Pakem di kelas, tapi lebih disebabkan unsur mudah dan sukarnya pembelajaran itu diterapkan. Lalu, mengapa pembelajaran yang "konvensional" tadi mudah diterapkan dan Pakem terasa sangat sulit untuk diaplikasikan? Sesuatu yang selalu atau berulang-ulang kita lakukan pastilah akan terasa mudah bagi kita untuk mengerjakannya. Hal ini pulalah yang terjadi pada pembelajaran yang dikatakan konvensional tadi. Hampir setiap hari guru melakukan pembelajaran dengan teknik dan metode yang begitu-begitu saja, maka terasa kemudahan dalam penerapannya. Sedangkan Pakem, mendengarnya saja mungkin ada di antara guru kita yang sudah membayangkan kesulitan yang dihadapi nantinya di kelas.

Jika kita kembali untuk mengamati secara lebih teliti pembelajaran yang selama ini menjadi kegandrungan guru dalam menerapkannya, maka akan membuat kita bertanya-tanya, dimana fungsi didaktik dan metodik yang selama ini kita sebagai guru telah fahami dalam pendidikan keguruan, karena tanpa unsur didaktik dan metodik sekalipun pembelajaran konvensional tadi dapat terlaksana. Jika demikian, pada akhirnya akan kita sepakati bahwa meski bukan seorang guru sekalipun pembelajaran yang konvensional tadi, akan dapat terlaksana. Lalu, dimana profesionalitas kita sebagai guru? Kemana kemampuan lebih kita dalam proses pembelajaran dibanding yang bukan guru? Apa hanya dengan memikirkan mudah dan sukarnya penerapan itu, kita korbankan identitas guru kita?

Mari kita tarik benang merah terhadap persoalan di atas. Bahan kita adalah, bahwa Pakem sebenarnya bukanlah pembelajaran yang benar-benar baru bagi guru. Sejak dalam penggodokan di sekolah keguruan kita telah menerima berbagai kiat dalam menggairahkan suasana kelas sehingga siswa belajar atau kemauannya sendiri dan pada akhirnya pengetahuan yang diperolehnya akan bertahan lama. Selain itu, guru tentu lebih banyak tahu teknik dalam menggairahkan siswa dalam proses pembelajaran. Hanya dengan sedikit berpikir (sesuatu yang harus selalu ada pada diri guru) mereka akan mampu menemukan sinkronisasi antara materi yang akan diajarkan dengan teknik yang menggairahkan siswa (Pakem). Lalu, bagaimana kita dapat menerima tantangan bahwa teknik konvensional tadi lebih mudah? Gampang! Jadikan Pakem menjadi pembelajaran yang konvensional, maka jadilah dia (Pakem) itu mudah dilaksanakan. Mulailah hari ini kita terapkan Pakem di kelas kita. Sulit? Bulatkan tekad kita untuk menjadi guru yang benar-benar guru, sehingga kesulitan yang memang biasa dialami jika awal kita melaksanakan tidak akan terasa. Esok hari dan seterusnya, Pakem menjadi pilihan utama kita dalam pembelajaran di kelas, maka jadilah Pakem sebagai pembelajaran yang Konvensional.

Pakem sebagai pembelajaran konvensional tentu saja tidak lagi terkesan negatif, justru akan lebih baik. Pakem dianggap oleh guru sebagai pembelajaran yang mudah direalisasikan dalam pembelajaran di kelas bahkan setiap hari sekalipun. Pakem sebenarnya meneguhkan identitas kita sebagai guru. Seorang guru harus mampu memilih atau berkreasi sendiri atas metode yang akan dilaksanakan sehingga proses trasfer pengetahuan berjalan dengan baik. Guru harus mampu memanfaatkan atau membuat sendiri peraga yang akan digunakan dalam proses pembelajaran demi perhatian siswa dan lebih memudahkan konsep materi yang akan ditransfer. Guru harus mampu mengelola kelas agar bergairah dan menyenangkan siswa. Kesemua kemampuan itu tentu saja hanya dapat dipunyai dan diaplikasikan oleh seorang guru. Oleh karena itu mari kita mantapkan identitas kita sebagai guru dengan mengaplikasikan Pakem sebagai pembelajaran konvensional yang kita gandrungi. Sekian

KURIKULUM / SILABUS BERDIFERENSIASI

Bahan ini cocok untuk Sekolah Lanjutan TP bagian KURIKULUM / CURRICULUM.
Nama & E-mail (Penulis): Imam Wibawa Mukti,S.Pd
Saya Guru di SMP Taruna Bakti bandung
Topik: SILABUS BERDIFERENSIASI
Tanggal: 19 September 2008

Ketika berbicara program akselerasi maka yang terbayang dalam benak guru atau masyarakat adalah beratnya beban kurikulum yang akan ditanggung siswa karena waktu beajar yang relatif singkat yaitu 2 tahun.

Ada dua hal yang menyebabkan sangkaan itu berkembang, baik dari pihak guru maupun dari pihak orang tua, pertama adalah kurang pahamnya guru atau orangtua tentang potensi yang dimiliki siswa dimana sebenarnya siswa dengan potensi cerdas istimewa memiliki kapasitas atau kemampuan diatas rata-rata teman sebaya mereka, kedua adalah belum pahamnya guru atau orang tua tentang kurikulum bagi siswa cerdas istimewa yang biasa disebut dengan kurikulum berdiferensiasi.

Pengembangan kurikulum ini tidak boleh terlepas dari prinsip dan tahapan-tahapan baku yang harus dilakukan dalam menyusun silabus secara umum di program reguler. Dengan demikan tidak ada hal yang menjadikan siswa akselerasi memiliki jurang kompetensi dengan siswa lainnya.

Dalam tulisan ini, penulis hanya akan sedikit membahas yang berhubungan dengan penyusunan silabus atau kurikulum berdiferensiasi.

A. KURIKULUM BERDIFERENSIASI

Kurikulum atau silabus berdiferensiasi adalah kurikulum nasional dan lokal yang dimodifikasi dengan penekanan pada materi esensial dan dikembangkan melalui sistem eskalasi dam enrichment yang dapat memacu dan mewadahi secara integrasi pengembangan spiritual, logika, etika dan estetika, kreatif, sistematik, linier dan konvergen.

Dari definisi diatas kita dapat menyimpulkan beberapa karakteristik yang harus dimiliki kurikulum bagi siswa cerdas istimewa, yaitu :

1. Merupakan kurikulum nasional dan lokal.

Kurikulum bagi siswa cerdas istimewa tidak berbeda dengan kurikulum nasional yang dikeluarkanoleh Departemen Pendidikan Nasional. Kurikulum ini menjadi acuan dasar bagi penetapan Standar Kompetensi dan Kompetensi Dasar yang harus dicapai oleh siswa, karena bagaimanapun siswa yang tergabung pada program akselerasi merupakan bagian dari sistem pendidikan nasional yang pada akhirnya di masa terakhir pendidikannya harus melalui ujian nasional.

Oleh karena itu maka standar kecakapan atau kompetensi yang dicapai siswa tidak berbeda dengan program reguler dan dapat menjadikan Ujian Nasional sebagai standar evaluasi bagi keberhasilan program ini.

2. Menekankan pada materi esensial sebagai bagian dari proses percepatan waktu belajar

Yang dimaksud dengan materi esensi adalah materi yang harus disampaikan kepada siswa melalui bimbingan khusus atau personal kepada siswa karena dianggap penting bagi siswa. Tingkat intensitas kepentingan materi esensi adalah wewenang guru dalam penetapannya dengan memperhatikan beberapa hal berikut :

a. Merupakan konsep dasar yang harus dimengerti siswa untuk memahami materi selanjutnya.
b. Materi yang sering atau pasti keluar di ujian nasional
c. Materi yang sulit dan memerlukan bimbingan khusus oleh guru

Dengan memperhatikan beberapa faktor diatas, maka dalam penyusunan silabus guru diharapkan melakukan suatu analisis kurikulum yang komprehensif lalu melakukan adaptasi kurikulum disesuaikan dengan minat siswa.

Adapun dengan materi yang dinilai kurang esensi dapat dipelajari siswa melalui penugasan dan pembahasan sepintas karena pada prinsipnya materi non esensi ini merupakan materi yang dapat dibaca dan dipahami siswa tanpa bimbingan khusus dari guru.

3. Melakukan sistem eskalasi dan enrichment

Eskalasi adalah proses adaptasi kurikulum dengan memberikan penekanan pada proses pendalaman suatu materi. Belajar bersama siswa akselerasi, guru dapat mengeksplorasi berbagai hal sampai pada materi tersulit sekalipun. Dengan didukung oleh kemajuan dan fasilitas sumber belajar yang beraneka ragam maka guru dapat memanfaatkan hal tersebut untuk mengupas suatu subjek pembelajaran dengan sangat intens.

Proses pendalaman ini harus berpusat kepada siswa dimana guru hanya melontarkan beberapa pertanyaan yang harus dijawab oleh siswa secara intensif dan mendalam. Kemudian guru mencoba mengarahkan dan membimbing siswa untuk memberikan "nilai" dari setiap ilmu yang diperoleh oleh siswa.

Misalnya Pada materi "Asal Mula Kehidupan", guru dapat mengeksplorasi berbagai ilmu dan teori yang mendukung pendapat awal mula kehidupan. Pada prinsipnya siswa mungkin telah mengetahui beberapa teori yang mereka dapat baik dari buku, majalah atau film yang pernah mereka tonton. Alangkah lebih baik guru mencoba mengeksplorasi pengetahuan siswa dengan memberikan kebebasan yang lebih luas kepada siswa untuk mengemukakan pengetahuannya. Setelahs semua terkumpul dan terungkap maka kemudian guru dapat mencoba mengarahkannya pada kaidah ilmu yang bersifat umum.

Enrichment atau pengayaan adalah bentuk layanan yang dilakukan dengan memperkaya materi melaui kegiatan-kegiatan penelitian atau kegiatan di luar kelas yang bersifat "out of box", baik dari aspek metode, sumber maupun evaluasi hasil belajar.

Dengan adanya pengayaan ini diharapkan siswa akselerasi memiliki ilmu yang lebih banyak ketimbang siswa lainnya. Misalnya ketika memberikan materi "penyimpangan sosial", guru dapat membawa siswa berkeliling sekitar sekolah lalu menugaskan siswa untuk melakukan suatu analisa atau pengamatan langsung tentang berbagai tindakan masyarakat yang menurut mereka adalah penyimpangan sosial. Setelah mereka melakukan pengamatan lalu guru dan siswa mendiskusikannya ruang kelas dengan memberikan berbagai landasan teori yang mendukung pendapat mereka.

Pengayaan dapat dilakukan secara horizontal atau vertikal. Yang dimaksud dengan horizontal adalah pengayaan pada pengalaman belajar di tingkat satuan yang sama namun lebih luas sedangkan vertikal adalah dengan menaambah tingkat kompleksitas suatu materi, misalnya siswa belajar untuk melakukan penelitian sederhana untuk suatu kasus dalam materi. Dimulai dari mengidentifikasi masalah, menentukan hipotesa dan melakukan analisa, survai atau observasi untuk kemudian melakukan penyimpulan dari hasil kegiatan tersebut.

4. Fleksibel

Fleksibilitas ini sangat penting ketika guru berhadapan langsung dengan siswa cerdas istimewa yang memiliki karakter yang sangat unik. Terkadang siswa telah menguasai suatu standar kompetensi tertentu dan menginginkan standar lainnya untuk dipelajari. Apabila guru rigid/kaku dalam menetapkan suatu kompetensi maka tidak mustahil siswa akan merasa bosan dengan materi yang sebenarnya telah mereka kuasai.

Atau sering kali siswa merasa bahwa materi tertentu tidak memiliki relevansi langsung dalam kehidupan mereka, maka siswa akan lebih memilih materi yang dirasakannya dapat bermanfaat bagi kehidupan mereka sehari-hari. Oleh karena itulah maka guru harus pandai dan cerdik menyiasati metode dan pengaturan alokasi waktu secara tepat.

B. PRINSIP PENGEMBANGAN KURIKULUM

Diawal telah disebutkan bahwa pengambangan kurikulum berdiferensiasi harus melalui prinsip dan tahapan yang sama dengan kurikulum nasional.

Berikut adalah beberapa prinsip yang harus dipegang dalam penyusunan kurikulum:

1. Berpusat pada potensi, kebutuhan dan kepentingan siswa
2. Beragam dan terpadu
3. Tanggap terhadap kemajuan dan perubahan IPTEK dan seni
4. Relevan dengan kebutuhan kehidupanmenyeluruh dan berkesinambungan
5. Belajar sepanjang hayat

Diferensiasi kurikulum juga harus berfokus pada :

1. Tingkat kecepatan belajar dengan tingkat pengulangan yang minimal
2. Penguasaan kurikulum nasional dalam waktu yang singkat
3. Materi lebih abstrak, kompleks dan mendalam
4. Menggunakan keterampilan belajar dan strategi pemecahan masalah
5. Berorientasi kepada peserta didik
6. Belajar berkelanjutan
7. Mandiri
8. Adanya interaksi dengan pakar suatu bidang ilmu

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Fisika Bermuatan Nilai serta

Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian KURIKULUM / CURRICULUM.
Nama & E-mail (Penulis): Dadan Ramdhan
Saya Guru di MA Sukasari
Topik: Praktek Penelitian Tindakan kelas
Tanggal: 12 November 2008

Penerapan Pendekatan Pembelajaran Fisika Bermuatan Nilai serta Implikasinya terhadap Prestasi dan Sikap Belajar Siswa
(Pengalaman Praktek Penelitian Tindakan Kelas (Classroom Actions Research) di MAN Majalaya Kabupaten Bandung

Oleh Dadan Ramdhan

Ilmuwan yang berkutat dengan teori bukanlah orang yang patut menjadi sumber pengetahuan, karena Alam ini sungguh tak ramah padanya dan sering sinis atas karya-karyanya. Alam tak pernah bilang "ya" untuk sebuah teori, paling banter ia berkata "mungkin" dan paling sering adalah menjawab "tidak". (Albert Einstein, 1905)

Berangkat dari pengalaman melakukan proses pembelajaran fisika di MAN Majalaya pada tahun 2004, kemudian muncul gagasan praktis melakukan penelitian tindakan kelas (Classroom Action Research) yang berjudul "Penerapan Pendekatan Pembelajaran Fisika Bemuatan Nilai (Imtaq) serta Implikasinya Terhadap Prestasi dan Sikap Belajar Siswa". Penelitian ini dilakukan di kelas 2 MAN Majalaya pada Pokok Bahasan Tata Surya dan Jagat Raya.

Menemukenali Masalah Pembelajaran di Kelas

Setelah melakukan proses perenungan (refleksi) dan kaji ulang (evaluasi) selama melakukan proses pembelajaran fisika di MAN Majalaya, ternyata proses pembelajaran fisika yang diterapkan di kelas 2 MAN Majalaya belum membawa perubahan yang positif bagi kualitas pembelajaran siswa (kelas 2-3 dan 2-4). Dari evaluasi dan perenungan, muncul berbagai temuan berupa daftar permasalahan-permasalahan pembelajaran di kelas.

Perenungan yang dilakukan kemudian ditindaklajuti oleh survey kecil dengan teknik wawancara dan penyebaran angket sederhana dengan tujuan untuk melihat respon siswa terhadap proses pembelajaran fisika yang dilakukan selama ini. Permasalahan yang ditemukan atau teridentifikasi diantaranya:

- Fakta nilai akademik dari test yang dilakukan rata-rata bernilai 5,54 (rendah) walaupun sebagian kecil siswa memiliki nilai diatas 6,00. fakta ini menunjukan l prestasi belajar bidang fisika di kelas 2-3 dan 2-4 di MAN Majalaya kurang memuaskan (rendah).

- Survey menunjukan sekitar 75% siswa di kelas menilai pembelajaran yang dilakukan menjenuhkan, fisika menyulitkan, tidak bersemangat, tidak menyenangkan tidak termotivasi, dan tidak memperoleh makna (nilai) keyakinan atau atau tidak ada nilai tambah lainnnya.

Berangkat dari kenyataan di atas, dapat diperoleh simpulan, bahwa kualitas pembelajaran di kelas masih rendah, disebabkan oleh penerapan pembelajaran fisika menggunakan pendekatan klasik, tidak adaptif, dan menjenuhkan yang dilakukan oleh guru fisika di kelas.

Setelah mendapatkan kesimpulan seperti yang dikemukan di atas, kemudian diambil sikap dan mencoba menyusun gagasan praktis untuk memperbaiki dan memecahkan permasalahan yang terjadi di ke kelas, berbekal pengetahuan mengenai konsepsi penelitian tindakan kelas (classroom action research), Kajian Al Qur'an (terjamahan) dan sarana yang dimiliki oleh pribadi (CD Harun Yahya, dan sekolah, kemudian diambil sikap untuk melakukan sebuah penelitian kecil sekaligus tindakan praktis pemecahan masalah pembejaran fisika dengan menerapkan pendekatan lain yang berbeda dan disesusaikan dengan lingkungan sosial sekolah.

Kemudian setelah ada gagasan, selanjutnya di diskusikan dengan guru dan pimpinan sekolah, setelah mendapat respon positif guru dan pimpinan sekolah. Konsepsi penelitian yang dilakukan adalah pendekatan pembelajaran fisika bermuatan nilai serta implikasinya terhadap prestasi dan belajar siswa. Konsepsi ini memadukan antara materi fisika dengan informasi-informasi Al Qur'an yang relevan dengan materi dan diperkuat oleh dokumentasi film documenter Harun Yahya.

Kemudian, dilakukanlah proses penelitian seperti kebiasaan belajar namun pendekatannya yang berbeda. Jadi, penelitian ini dilakukan sebagai bagian dari proses pembelajaran biasa yang dilakukan di kelas, tidak menambah waktu pembelajaran tertentu.

Proses Penelitian Tindakan Kelas (PTK)

Siklus I (kesatu)

Tahap Perencanaan

Pada siklus pertama, tahap perencanaan dimulai dengan menyusun Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang berisikan tujuan, indikator pencapaian belajar, menyiapkan bahan-bahan Ajar, Instrumen wawancara, instrumen angket dan peralatan yang mendukung seperti TV, Al Qur'an dan Alat Evaluasi. Materi fisika yang dibahas adalah mengenai Tata Surya dan Jagat raya. Proses penelitian dilakukan di dua kelas.

Tahap Pelaksanaan

Tindakan pertama, diorientasikan pada upaya meningkatkan motivasi belajar, meningkatkan keyakinan,pendekatan pembejaran umum dimuati dengan informasi yang di jelaskan dalam Al Qur;an bahwa mempelajari fisika tata surya memiliki dan Jagat Raya memiliki keterkaitan dengan ayat-ayat yang ada dalam Al Qur'an (seperti Surat Al Qadr, AL Jalzalah, Surat Ad Dhukhan dll). Kemudian di akhir Pembelajaran dilakukan evaluasi bersama melalui proses tanya jawab, wawancara dan evaluasi kecil mengenai materi yang disampiakan

Refleksi Tindakan I :

Dari wawancara atau yang dilakukan diperoleh temuan-temuan yaitu ;

- Pendekatan pembelajaran yang dilakukan menambah motivasi siswa untuk belajar fisika

- Pendekatan yang dilakukan menambah wawasan, pengetahuan, nilai keyakinan materi fisika memiliki hubungan dengan Al Qur'an

- Ketika Proses evaluasi diperoleh nilai akademik fisika yang relatif bertambah.

Siklus II (Kedua)

Tahap Perencanaan

Pada siklus kedua, Perencanaan lebih difokuskan pada aspek sikap dan respon terhadap ketertarikan mengikuti pembelajaran, aspek sikap terhadap penghayatan nilai-nilai ketuhanan, dan aspek pada proses penyampaian materi.

Perencanaan seperti biasa namun pendekatan pembejalaran umum di perkuat dengan pemutaran Film dokumenter Harun Yahya tentang proses Asal Mula Jagat Raya yang dimuati juga dengan informasi Al Qur'an. Perencanaan ini dilakukan untuk lebih memotivasi siswa untuk belajar, berdiskusi dan mengetahui simulasi proses penciptaan jagat raya.

Tahap Pelaksanaan

Pada siklus kedua, melakukan pemutaran film documenter proses penciptaan jagat raya, dilanjutkan dengan pemberian materi tambahan, kemudian siswa diajak untuk berdiskusi setelah pemutaran film dilakukan. Kemudian dilakukan test /evaluasi dari dua materi yang dilakukan dari siklus 1 dan 2

Refleksi Tindakan kedua :

Dari siklus kedua ini diperoleh simpulan;

- Pembelajaran dengan menggunakan metode ini lebih menyenangkan dan tidak monoton,

- Pada aspek ketertarikan mengikuti materi pembelajaran jagat raya meningkat (90% setuju)

- Pada aspek penghayatan terhadap kebermaknaan materi dan nilai-nilai ketuhanan bertambah (95% siswa merespon positif)

- Pada aspek penerimaan penyampaian materi sekitar 97 % menyakan sangat merespon positif

- Kemudian evaluasi akademik menunjukan penambahan kuantitas nilai akademik dari rata-rata 5,54 menjadi 6,01.

Hambatan Melakukan PTK

Berangkat dari pengalaman yang dialami, ada beberapa hal yang menjadi hambatan-hambatan dalam melakukan PTK diantaranya

- Rendahnya kesadaran dan minat melakukan penelitian karena membutuhkan penguasaan kapasitas penelitian dan sumber daya dukungan. Padahal, PTK bisa dilakukan dengan metode dan prosedur yang sangat sederhana.

- Kadangkala kita belum memiliki kesadaran untuk mau berdiskusi, mau dikritik, bertanya pada siswa mengenai metode pembejaran yang dilakukan, seolah-olah kita sudah benar dan menjalankan fungsi guru/pengajar sebagaimana mestinya.

- Permasalahan rendahnya kualitas siswa (kognitif, apektif dan psikomotorik) kadang diletakan pada siswa/subjek didik. Padahal, posisi dan peran guru sangat menentukan keberhasilan subjek didik

- Keterbatasan sarana (pendukung) di sekolah bisa berdampak pada menurunnya minat untuk melakukan penelitian tindakan kelas di kelas

- Masih rendahnya dukungan Kebijakan pemerintah (pusat, provinsi dan kabupaten/kota)

- Masih rendahnya dukungan lembaga-lembaga pengelola pendidikan (depdiknas dan Depag, pimpinan sekolah) untuk meningkatkan kapasitas tenaga kependidikan, khususnya dukungan melakukan aksi-aksi penelitian bagi guru/pengajar ooo
Saya Dadan Ramdhan setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini hasil karya saya sendiri dan sah (tidak ada copyright). .

Menakar Integrasi IPA dalam KTSP

Bahan ini cocok untuk Semua Sektor Pendidikan bagian KURIKULUM / CURRICULUM.
Nama & E-mail (Penulis): Sismanto
Saya Guru di
Topik: Kurikulum
Tanggal: 2 Juli 2007

Suatu program pembelajaran akan dapat mencapai hasil seperti yang diharapkan apabila direncanakan dengan baik. Ditengarai ada tiga hal yang menjadi perhatian banyak pihak dalam kegiatan pembelajaran. materi apa yang akan diajarkan, bagaimana cara mengajarkan serta bagaimana cara mengetahui bahwa proses pembelajaran dapat berlangsung dengan efektif.

Pertama, Kurikulum Tingkat Satuan Pendiidkan dirancang untuk dapat menghasilkan lulusan yang kompeten memiliki pengetahuan, ketrampilan, sikap dan nilai-nilai dasar yang direfleksikan dalam kebiasaan berpikir dan bertindak sesuai dengan tiga hal pokok dalam pembelajaran.

Kurikulum IPA pada Sekolah Menengah Pertama (SMP) juga dirancang sebagai pembelajaran yang berdimensi kompetensi. Sebab, IPA memegang peranan penting sebagai dasar pengetahuan untuk mengungkap bagaimana fenomena alam terjadi. Dengan begitu, IPA menjadi sangat penting dalam kehidupan manusia sebagai bagian dari pengetahuan yang harus dimiliki memasuki era informasi dan teknologi. IPA sekaligus memberi kontribusi besar bagi pengetahuan yang terkait dengan isu-isu global dan mutakhir

Standar kompetensi IPA untuk lulusan SMP dirumuskan dengan mempertimbangkan standar kompetensi yang telah dikuasai lulusan sekolah dasar dan juga tingkat perkembangan mental peserta didik SMP. Pengembangan kurikulum IPA merespon secara proaktif berbagai perkembangan informasi, ilmu pengetahuan, dan teknologi, serta tuntutan desentralisasi. ini dilakukan untuk meningkatkan relevansi program pembelajaran dengan keadaan dan kebutuhan setempat.

Lebih lanjut, IPA umumnya memiliki peran penting dalam peningkatan mutu pendidikan, khususnya di dalam menghasilkan peserta didik yang berkualitas, yaitu manusia yang mampu berfikir kritis, kreatif, logis dan berinisiatif dalam menanggapi isu di masyarakat yang diakibatkan oleh dampak perkembangan IPA dan teknologi. Sehingga pengembangan kemampuan peserta didik dalam bidang IPA merupakan salah satu kunci keberhasilan peningkatan kemampuan dalam menyesuaikan diri dengan perubahan dunia memasuki era teknologi informasi.

Dalam Kurikulum Tingkat Satuan Pendiidkan (KTSP) pokok pembelajaran IPA memiliki materi yang memuat kajian dimensi objek, tingkat organisasi objek dan tema atau persoalan aspek fisis, kimia dan biologi. Pada aspek biologi, IPA mengkaji berbagai persoalan yang berkait dengan berbagai fenomena pada makhluk hidup berbagai tingkat organisasi kehidupan dan interaksinya dengan faktor lingkungan. Untuk aspek fisis, IPA memfokuskan diri pada benda tak hidup. Untuk aspek kimia, IPA mengkaji berbagai fenomena atau gejala kimia baik pada makhluk hidup maupun benda tak hidup yang ada di alam semesta.

Meminjam bahasanya Bentley dan Watts bahawa Pengajaran IPA dikembangkan berdasarkan persoalan atau tema IPA untuk dapat dikaji dari aspek kemampuan peserta didik yang mencakup aspek mengkomunikasikan konsep secara ilmiah, aspek pengembangan konsep dasar IPA, dan pengembangan kesadaran IPA dalam konteks ekonomi dan social . Konsep pembelajaran IPA tersebut berarti mengandung seluruh aspek yang berhubungan dengan pengetahuan untuk dapat menanggapi isu lokal, nasional, kawasan, dunia, sosial, ekonomi, lingkungan dan etika, serta menilai secara kritis perkembangan dalam bidang IPA dan teknologi serta dampaknya.

Agar peserta didik SMP dapat mempelajari IPA dengan benar, maka IPA harus dikenalkan secara utuh, baik menyangkut objek, persoalan, maupun tingkat organisasi dari benda-benda yang ada di dalam alam semesta. Dengan begitu agar peserta didik SMP dapat mengenal kebulatan IPA sebagai ilmu, maka seluruh tema dan persoalan IPA pada berbagai jenis objek dan tingkat organisasinya hendaknya kajiannya luas memenuhi keutuhannya. Dengan kata lain bahwa IPA sebagai mata pelajaran di SMP hendaknya diajarkan secara utuh atau terpadu, tidak dipisah-pisahkan antara biologi, fisika, kimia dan bumi antariksa.

Pada konteksnya IPA di SMP diajarkan dengan pemisahan antara biologi, fisika dan kimia. Ketidakutuhan konsep IPA dalam pembelajarannya sebagai ilmu yang mencakup aspek IPA, teknologi dan masyarakat tidak terlingkupi, juga secara psikologis berat bagi peserta didik SMP. Padahal, mengingat perkembangan mental peserta didik usia SMP oleh Piaget sebagian besar pada taraf transisi dan fase kongkrit ke fase operasi formal, maka diharapkan sudah mulai dilatih untuk mampu berpikir abstrak. Artinya, pembelajaran IPA di SMP secara utuh mengajak peserta didiknya untuk mulai ke arah berpikir abstrak dengan mengenalkan IPA secara utuh dengan harapan muncul upaya penyelidikan-penyelidikan ilmiah.

Menjadikan materi IPA di SMP secara terpadu seperti yang digariskan oleh Kurikulum KTSP semata untuk merespon pertanyaan kritis mengenai materi IPA sebelumnya yang hanya menekankan pada "subject matter oriented program". Sehingga, materi IPA kurikulum KTSP untuk SMP didesain untuk menjawab persoalan-persoalan pada masalah-masalah global. Sayangnya, sistem pendidikan nasional secara nyata sampai saat ini belum melahirkan secara khusus guru IPA, melainkan menghasilkan guru biologi, kimia dan fisika. Untuk itulah IPA di SMP diajarkan secara terpisah sekaligus mengakomodasi keberadaan guru biologi dan fisika.

Implementasi Pembelajaran IPA

Landasan filosofis pembelajaran IPA terpadu ialah filsafat pendidikan Progresivisme yang dikembangkan oleh para ahli pendidikan seperti John Dewey, William Kilpatrick, George Count, dan Harold Rugg diawal abad 20 . Progresvisme merupakan pendidikan yang berpusat pada siswa dan memberi penekanan lebih besar pada kreativitas, aktivitas, belajar "naturalistik", hasil belajar "dunia nyata" dan juga pengalaman teman sebaya.

Pembelajaran IPA terpadu merupakan konsep pembelajaran IPA dengan situasi lebih alami dan situasi dunia nyata, serta mendorong siswa membuat hubungan antar cabang IPA dan antara pengetahuan yang dimilikinya dengan penerapannya dalam kehidupan sehari hari. Pembelajaran IPA terpadu merupakan pembelajaran bermakna yang memungkinkan siswa menerapkan konsep-konsep IPA dan berpikir tingkat tinggi dan memungkinkan mendorong siswa peduli dan tanggap terhadap lingkungan dan budayanya.

Dalam pembelajaran IPA hendaknya guru dapat merancang dan mempersiapkan suatu pembelajaran dengan memotivasi awal sehingga dapat menimbulkan suatu pertanyaan. Dengan begitu, guru yang bertugas dapat mendorong, membimbing dan menilai kemampuan berpikir siswa dalam melaksanakan pembelajaran berdasarkan inkuari. Ciri utama pembelajaran IPA adalah dimulai dengan pertanyaan atau masalah dilanjutkan dengan arahan guru menggali informasi, mengkonfirmasikan dengan pengetahuan yang sudah dimiliki dan mengarahkan pada tujuan apa yang belum dan harus diketahui. Jadi terlihat bahwa siswa akan dapat menemukan sendiri jawaban dari masalah atau pertanyaan yang timbul diawal pembelajaran. Pengetahuan dan keterampilan yang diperoleh diharapkan tidak dengan jalan mengingat seperangkat fakta-fakta, tetapi dengan jalan menemukan dan menggeneralisasi sendiri sebagai hasil kemandiriannya.

Dengan begitu, untuk pembelajaran IPA hendaknya dilakukan dalam kelompok-kelompok kecil yang anggotanya heterogen, untuk dapat bekerja sama, saling berinteraksi dan mendiskusikan hasil secara bersama sama, saling menghargai pendapat teman, sampai dapat memutuskan kesimpulan yang disepakati bersama.

salam,
sismanto
mkpd.wordpress.com
Saya Sismanto setuju jika bahan yang dikirim dapat dipasang dan digunakan di Homepage Pendidikan Network dan saya menjamin bahwa bahan ini
 
Young Leader ◄Design by Pocket, BlogBulk Blogger Templates